Selasa, 04 Desember 2012

konseling realita untuk underachiever


BAB I
PENDAHULUAN
Bagian ini berisikan uraian tentang  latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, pentingnya masalah untuk diteliti, definisi operasional, asumsi dan keterbatasan

A.    Latar belakang
Hasil prestasi yang sangat memuaskan merupakan harapan dari semua siswa dan orang tua, namun tidak semua anak mencapai hasil belajar yang memuaskan. Hal ini dapat diterima jika memang anak memiliki keterbatasan dalam menyerap pelajaran dan gagal untuk berprestasi dengan baik. Akan tetapi, hal ini menjadi masalah jika anak memiliki kecerdasan yang tinggi, tetapi menunjukkan prestasi yang rendah. Prestasi belajar yang diperoleh siswa tentu tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi siswa adalah tingkat intelegensi (IQ). IQ memiliki korelasi sangat signifikan dengan prestasi belajar. Barret dan Depinet (dalam Sunawan, 2003: 16) menjelaskan bahwa anak yang lebih tinggi skor inteligensinya mendapatkan nilai akademis yang lebih tinggi, lebih menikmati sekolah, lebih mampu mengikuti pelajaran, dan dalam kehidupan selanjutnya cenderung mendapatkan keberhasilan. Oleh karena itu siswa ber-IQ tinggi seharusnya mempunyai prestasi yang tinggi sesuai dengan potensinya.
Pada kenyataannya tidak semua siswa yang memiliki IQ tinggi memperoleh prestasi yang tinggi pula. Hal ini biasa dikenal dengan istilah berprestasi kurang (underachiever). Berprestasi kurang (underachiever) itu sendiri terjadi jika ada ketidaksesuaian antara prestasi sekolah anak dan indeks potensi sebagaimana nyata dari tes intelegensi, kreativitas, atau dari data observasi, di mana tingkat prestasi sekolah lebih rendah daripada potensinya’ (Davis dan Rimm dalam Munandar, 2004: 239).
Munculnya siswa berprestasi kurang (underachiever)  ternyata tidak lepas dari beberapa faktor penyebab. Seperti yang diungkapkan oleh Hawadi (2004: 70) bahwa ’munculnya berprestasi kurang (underachiever)  biasanya disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sekolah, rumah, budaya dan pribadi’.
Menurut Clark (dalam Tol’ah 1992: 471) ada beberapa karakteristik yang ditunjukkan siswa berprestasi kurang (underachiever) , yaitu sebagai berikut:
1) Menunjukan prestasi yang berlawanan dengan harapan atau potensi yang dimilikinya, 2) Merasa tidak senang dengan sekolah atau gurunya dan cenderung bergabung dengan teman yang juga memiliki sikap negatif terhadap sekolah, 3) Kurang termotivasi untuk belajar, tidak mengerjakan tugas, sering mengantuk ketika belajar dan tidak tuntas dalam mengerjakan tugas, 4) Kurang mampu melakukan penyesuaian intelektual, 5) Merasa kurang bersemangat, kurang tegas dan sering ribut di kelas. 6) Memiliki disiplin yang rendah, sering telat sekolah, enggan mengerjakan tugas, sering ribut, dan mudah terpengaruh, 7)Tidak memiliki hobi atau minat terhadap kegiatan untuk mengisi waktu luang

Montgemery (Tarmidzi, 2008) menyatakan bahwa siswa yang mencapai prestasi kurang (underachiever) tidak termotivasi belajar disekolah sehingga meraih prestasi dibawah harapan dalam salah satu pelajaran, sebagian atau keseluruhan.
Adanya fenomena berprestasi kurang (underachiever)  sangat mengundang perhatian berbagai pihak untuk segera mengatasinya, khususnya yang bergerak di bidang pendidikan. Jika hal ini dibiarkan maka negara akan mengalami kerugian yang besar. Anak berbakat yang seharusnya menjadi generasi unggul penerus bangsa justru akan menjadi beban negara, karena mereka tumbuh menjadi manusia yang kurang produktif. Akan tetapi jika permasalahan berprestasi kurang (underachiever)  mendapat penanganan yang serius maka tidak dapat dipungkiri kualitas sumber daya manusia akan semakin meningkat, sehingga bangsa Indonesia akan tumbuh menjadi bangsa yang maju.
Dari uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui latar belakang kurangnya motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever). Dengan mengetahui latar belakang tersebut akan dapat membantu memahami permasalahan siswa berprestasi kurang (underachiever) . Pemahaman mendalam mengenai latar belakang kurangnya motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever), diharapkan dapat menjadi bekal untuk merumuskan upaya penanganan yang efektif. Dikatakan efektif karena sebelum merencanakan bantuan, konselor  terlebih dahulu harus mengenal pihak yang akan dibantu yang memiliki karakteristik tertentu sehingga tepat sasaran. Upaya bantuan tersebut juga disesuaikan dengan penyebab permasalahannya. Yang terjadi saat ini banyak faktor eksternal yang menyebabkan menurunnya motivasi belajar siswa terutama siswa berprestasi kurang (underachiever) , faktor tersebut adalah kurang senang dengan guru mata pelajaran, gaya belajar siswa yang tidak cocok dengan cara mengajar guru, tidak ada sikap positif orang tua terhadap karier anak, orang tua terlalu dominan dalam belajar anak, lingkungan sekolah tidak mendukung atau tidak memberikan penghargaan terhadap keberhasilan akademik siswa dan kurikulum yang tidak cocok dengan siswa (Menurut jurnal Darminto 4:2004) .
Berdasarkan wawancara dengan 3 siswa  SMA Negeri 3 Tuban pada tanggal 18 maret 2010 yang menurut konselor sekolah mengalami berprestasi kurang (underachiever) menyatakan bahwa penyebab rendahnya motivasi belajar siswa adalah akibat kesehatan yang terganggu, pengaruh negatif dari teman untuk tidak mengerjakan tugas, cara mengajar guru yang kurang dapat dipahami, dan fasilitas sekolah yang kurang mendukung, yang tentu saja hal ini dapat mengganggu efektivitas belajar siswa.
Melihat fenomena tersebut dan berlatar belakang dari pendapat Runikasari (2008) dan Coyle (dalam Tarmidzi, 2008) yang mengatakan motivasi belajar siswa yang mencapai prestasi kurang perlu ditingkatkan agar prestasi yang dicapai sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah yang melatar belakangi menurunnya motivasi belajar siswa yang mengalami gejala berprestasi kurang (underachiever), serta memberikan suatu alternatif penyelesaian terhadap permasalahan tersebut. Dengan begitu siswa berprestasi kurang (underachiever) mampu meningkatkan motivasi belajarnya.
Salah satu cara yang digunakan oleh konselor  didalam menyelesaikan masalah anak yang mengalami berprestasi kurang (underachiever)  tersebut yaitu dengan konseling kelompok  realita, konseling kelompok  realita dipandang potensial untuk membantu meningkatkan motivasi belajar siswa yang melatar belakangi masalah berprestasi kurang (underachiever). Menurut Gustian (2002), siswa-siswa yang mengalami berprestasi kurang (underachiever) tidak mungkin dapat mengatasi permasalahannya sendiri, sehingga siswa tersebut memerlukan bantuan dari orang-orang disekitarnya, terutama orangtua dan guru.
      Menyikapi hal tersebut salah satu bentuk perlakuan yang diterapkan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa terutama siswa berprestasi kurang (underachiever) adalah konseling kelompok realita. Butler Por (1987) mengatakan bahwa konseling kelompok dapat menjadi salah satu strategi penanganan yang dapat diterapkan pada siswa yang mencapai prestasi kurang (underachiever), karena didalam kelompok tersebut membahas dan mengentaskan masalah belajar yang dimiliki. Menurut Gunarsa (1980) konseling kelompok realita dilaksanakan sebagai alternatif bantuan karena setiap anggota kelompok dapat belajar berpikir dan bertanggung jawab, serta keberhasilan dalam memecahkan masalah akan menyokong harga diri setiap anggota. Didalam konseling kelompok realita membantu siswa untuk dapat bertanggung jawab atas semua tindakan yang mereka lakukan. Glasser (dalam Corey, 2003) menyatakan bahawa konseling kelompok realita membantu para konseli dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya yang mencakup kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Disamping itu Latipun (2001:129) berpendapat bahwa konseling kelompok realita adalah pendekatan yang didasarkan pada anggapan tentang adanya satu kebutuhan psikologis pada seluruh kehidupanya, kebutuhan identitas diri yaitu kebutuhan untuk merasa unik, terpisah dan berbeda dengan orang lain. Hal tersebut berkaitan dengan masalah siswa berprestasi kurang yang mengalami kurang motivasi belajar, yang beberapa faktor penyebab kurang motivasi belajar adalah kurang senang dengan guru, kurang mampu menyesuaikan intelektual yaitu adanya ketidaksesuaian antara potensi yang dimiliki dengan capaian prestasi yang seharusnya dicapai, serta kurang mengenal akan potensi yang dimilikinya sehingga cenderung akan mengalami siswa berprestasi kurang (underachiever) Clark (dalam Semiawan 1992:471). Konseling kelompok realita juga dikatakan mampu mengatasi siswa berprestasi kurang (Underachiever) dengan karakteristik siswa yang menurut Runikasiari (2008) mengatakan bahwa berprestasi kurang (underachiever) juga mengalami konsep diri yang tidak realistis, kadang-kadang merasa sebagai anak yang gagal atau tidak berguna, menghindari komunikasi, tidak memiliki tokoh identitas, tidak memiliki teman dekat serta tidak berdaya/menunggu diajak orang.
Fungsi dari konseling kelompok adalah fungsi kuratif atau penyembuhan sehingga diharapkan siswa yang mengalami berprestasi kurang dan tidak termotivasi belajarnya dapat merubah perilakunya yang salah.
Didalam hal ini penelit memilih konseling kelompok realita. Didalam konseling kelompok realita terdapat fungsi terapi yang dapat diwujudkan dalam kelompok kecil melalui pertukaran-pertukaran masalah pribadi antara anggota kelompok. Selain itu kelompok konseli juga dapat memanfaatkan interaksi-interaksi yang terjadi untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan nilai-nilai serta tujuan untuk belajar bersikap dan berperilaku yang baik, dan bersama-sama mencari pemecahan terbaik didalam menangani permasalahannya
Berdasarkan uraian tersebut, maka timbul gagasan untuk mengadakan penelitian tentang konseling kelompok realita untuk membantu meningkatkan motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever) di SMA Negeri 3 Tuban.  Berdasar hasil wawancara yang sudah dilakukan konslor sekolah SMA Negeri 3 Tuban, diperoleh data bahwa siswa berprestasi kurang sangat menjadi masalah yang harus segera ditangani. Penelitian ini berfokus pada keinginan penulis untuk meneliti motivasi belajar yang kurang yang melatar belakangi terjadinya siswa berprestasi kurang, sehingga penulis mencoba memberikan perlakuan yaitu konseling kelompok realita untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, sehingga masalah berprestasi kurang dapat diatasi

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah secara umum adalah “Apakah penerapan konseling kelompok realita mampu meningkatkan motivasi belajar siswa  yang melatar belakangi terjadinya siswa berprestasi kurang ?”
Rumusan masalah secara khusus adalah “Apakah terdapat perbedaan tingkat motivasi belajar siswa antara sebelum dan sesudah pemberian perlakuan konseling kelompok  realita?”

C.    Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah apakah konseling kelompok  realita dapat membantu meningkatkan motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever)
 
D.    Pentingnya Masalah untuk Diteliti
Menurut penulis masalah ini penting untuk diteliti karena mempunyai beberapa manfaat, sebagai berikut
1.      Manfaat bagi penulis
Mendapat pemahaman tentang keefektifan konseling kelompok realita untuk meningkatkan motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever) serta menjadi bekal ilmu ketika menjadi konselor sekolah dan menangani permasalahan yang sama
2.      Manfaat bagi siswa
Dapat bermanfaat bagi siswa yang mengalami berprestasi kurang (underachiever)  sehingga mampu menyelesaikan masalahnya dengan penanganan yang sesuai dan tepat. Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan upaya pencegahan agar siswa tidak mengalami berprestasi kurang (underachiever) .
3.      Manfaat bagi sekolah dan guru pembimbing
Peneliti dapat membantu sekolah dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling pada siswa, konselor sekolah juga dapat memberikan bantuan siswa yang mengalami masalah tentang kurangnya motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever) 


4.      Manfaat bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai wacana dan acuan bagi peneliti lain untuk meneliti hal yang sama dalam menyempurnakan hasil penelitian.

E.     Definisi, Asumsi dan Keterbatasan
Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran maka dipaparkan beberapa definisi istilah dalam penelitian ini sebagai berikut:
a.       Konseling kelompok realita
Konseling kelompok realita adalah suatu bentuk konseling kelompok yang menekankan pada 3R yaitu right(kebenaran), reality(kenyataan) and responsibility(tanggung jawab), right atau kebenaran adalah dimana konseli mempertimbangkan dan menilai perilaku yang selama ini ia lakukan yang menimbulkan masalah baginya, benar atau salah, dan menguntungkan atau merugikan perilaku tersebut, reality yaitu konseli melihat saat inilah konseli harus merubah perilaku yang menurutnya salah, permasalahan yang benar-benar saat ini konseli rasakan sangat mengganggu, resposibility atau tanggung jawab dalam konseling realita ini, konseli ditekankan untuk menyadari dan melaksanakan akan tanggung jawab yang konseli emban, kebanyakan perilaku yang dialami adalah perilaku yang tidak bertanggung jawab, oleh karena itu konselor membantu menyelesaikan masalah konseli menggunakan penanaman tanggung jawab pribadi, dengan maksud bagaimana seharusnya konseli bertindak, berperilaku agar dan membahagiakan orang lain, menguntungkan diri sendiri dan tidak merugikan orang lain. Konseling realita ini menggunakan delapan tahapan dalam konseling realita, yang disistematika menjadi 5 poin (dalam Nursalim&Hariastuti, 2007). 1) Keterlibatan dan penstrukturan kelompok 2) eksplorasi data : perilaku konseli sekarang (apa yang dilakukan klein akhir-akhir ini sehingga menimbulkan masalah) 3) pertimbangan nilai atau evaluasi terhadap baik-buruk, untung-rugi perilaku sekarang 4) rencana pengembangan perilaku baru dan pelaksanaanya 5) evaluasi pelaksanaan dan tindak lanjut, yang gagal tidak boleh dimaafkan namun juga tidak boleh diberi hukuman

b.      Siswa berprestasi kurang (underachiever)
Davis dan Rimm dalam Munandar (2004: 23 dijelaskan bahwa yang dimaksud siswa berprestasi kurang (underachiever) atau berprestasi di bawah kemampuan adalah jika ada ketidaksesuaian antara prestasi sekolah dan indeks kemampuannya sebagaimana nyata dari tes intelegensi, prestasi atau kreativitas, atau dari data observasi, di mana prestasi sekolah nyata lebih rendah daripada tingkat kemampuan. Sebagai contoh siswa yang mempunyai tingkat IQ 120, ternyata nilai yang diperoleh hanya 80. Siswa tersebut dikategorikan (underachiever ) karena prestasi belajarnya di bawah standar nilai yang harusnya ia peroleh.
Sehingga berdasarkan uraian tersebut definisi istilah dari siswa berprestasi kurang (underachiever)  adalah siswa yang memperoleh prestasi di bawah standar nilai yang seharusnya dapat diperoleh berdasarkan tingkat IQ tertentu. Sebagai contoh siswa yang mempunyai tingkat IQ 105, ternyata nilai yang diperoleh hanya < 90. Siswa tersebut dikategorikan berprestasi kurang (underachiever)  karena prestasi belajarnya di bawah standar nilai.

c.       Motivasi belajar
Motivasi belajar Menurut Winkel (1989 : 92) mendefinisikan motivasi belajar sebagai “ keseluruhan daya penggerak yang memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan belajar”.
Sehingga definisi istilah motivasi belajar adalah dorongan yang membuat seseorang untuk melakukan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki siswa dapat tercapai.

b.      Asumsi
Berdasarkan judul yaitu konseling kelompok realita untuk meningkatkan motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever)  di SMA N 3 Tuban, maka penulis berasumsi :
1.      Beberapa siswa mengalami kurang motivasi belajar yang merupakan salah satu Faktor penyebab  berprestasi kurang (underachiever)
2.      Setiap siswa mampu melaksanakan konseling kelompok  realita
3.      Jawaban dari responden mencerminkan keadaan dirinya yang sebenarnya, meskipun berbeda seorang siswa dengan siswa yang lain
4.      Responden memahami pertanyaan-pertanyaan dalam angket, meskipun tingkat pemahamannya berbeda.
5.      Peneliti mampu melaksanakan konseling kelompok  realita dengan baik dan benar / profesional

c.       Keterbatasan
Untuk menghindari kesalah pahaman dan agar tercapai pengertian yang sama, maka penulis membatasi penelitian. Batasan-batasan itu antara lain :
1.      Penelitian ini hanya meneliti apakah konseling kelompok  realita ini mampu meningkatkan motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever)
2.      Penelitian ini hanya dilakukan pada siswa yang menjadi sampel dan mengalami permasalahan kurang motivasi belajar yang merupakan salah satu Faktor penyebab berprestasi kurang (underachiever)










BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Siswa berprestasi kurang (underachiever)
1.      Pengertian siswa berprestasi kurang (underachiever)
Menurut C. Burlingh Wellington dan Jean Wellington (dalam suradi, 1994: 29,), siswa berprestasi kurang (underachiever) adalah keadaan seseorang atau siswa yang memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah” . sedangkan menurut Davis dan Rimm (dalam Munandar, 1999:139),
Siswa berprestasi kurang (underachiever)  ialah jika ada ketidak sesuaian antara prestasi sekolah anak dan indeks kemampuannya sebagaimana nyata dari tes imtelegensi, prestasi atau kreativitas, atau dari data observasi, di mana tingkat prestasi sekolah nyata lebih rendah daripada tingkat kemampuannya

Butler Por (1987) menyatakan besarnya perstasi yang diharapkan merupakan suatu nilai yang dihitung berdasarkan persamaan regresi (linier) antara angka prestasi aktual dengan angka kecerdasan (IQ)
Selanjutnya Monks dkk (dalam Djamarah 2002:103), “siswa berprestasi kurang (underachiever)  menunjukkan pada seseorang yang memperoleh prestasi dibawah kemampuan intelektual (intelegensi) yang ia miliki”. Selain itu Yusuf (2007) menyebutkan siswa berprestasi kurang (underachiever) sebagai siswa yang berprestasi kurang yaitu siswa yang tidak mampu mencapai hasil belajar sesuai potensinya.
Ramadhan (2008) mengemukakan bahwa siswa berprestasi kurang (underachiever) adalah anak (siswa) berprestasi rendah dibandingkan tingkat kecerdasan yang dimilikinya. Sementara itu, Prayitno dan Amti (Ramadhan, 2008) menyebutkan bahwa siswa berprestasi kurang (underachiever) identik dengan keterlambatan akademik yang berarti bahwa keadaan siswa yang diperkirakan memiliki tingkat intelegensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara optimal, sehingga prestasi akademik yang diraih di bawah kemampuan yang dimilikinya.
Siswa berprestasi kurang (underachiever) adalah anak dan khsusunya siswa yang gagal meraih prestasi sesuai dengan potensi yang dimilikinya serta apa yang diharapkan oleh orang-orang di sekitarnya (Admin, 2007). Reis & McMoach (Tarmidi, 2008) mengemukakan bahwa siswa berprestasi kurang (underachiever) merupakan kesenjangan akut antara potensi prestasi (expected achievement) dan prestasi yang diraih (actual achievement). Robinson (Tarmidi, 2008) mengemukakan bahwa untuk dapat diklasifikasikan sebagai siswa berprestasi kurang (underachiever) kesenjangan antara potensi dan prestasi tersebut bukan merupakan hasil diagnosa kesulitan belajar (learning disability) dan terjadi secara menetap pada anak (siswa) dalam periode yang panjang.
Runikasari (2009) menyebutkan bahwa siswa berprestasi kurang (underachiever)  merupakan anak atau siswa yang memilki potensi tinggi tetapi prestasi yang mereka tampilkan berada dibawah potensi yang dimiliki. Secara operasional, siswa berprestasi kurang (underachiever) dapat didefinisikan sebagai kesenjangan antara skor tes inteligensi dan hasil yang diperoleh siswa di sekolah (Peters & VanBoxtel, dalam Tarmidi, 2008).
Siswa berprestasi kurang (underachiever) merupakan anak yang pada dasarnya memiliki potensi yang tinggi untuk meraih prestasi gemilang (anak cerdas). Anak cerdas cenderung menjadi anak yang nakal jika berada di kelas yang dianggapnya tidak memberikan tantangan. Dia akan mempunyai banyak waktu untuk memikirkan hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan pelajaran untuk menghilangkan perasaan bosan yang dialami di dalam kelas (Redaksi, 2008).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa berprestasi kurang (underachiever)  adalah siswa yang memperoleh prestasi di bawah standar nilai yang seharusnya dapat diperoleh berdasarkan tingkat IQ tertentu.
Dalam menentukan siswa yang mengalami berprestasi kurang (undertachiever) kita tidak lepas melihat tingkat intelegensi siswa pengklasifikasian IQ dalam penelitian ini berdasarkan pada tes intelegensi ”Wechsler Intelligence Scale for Children” yang sering dikenal tes intelegensi WISC. Tes intelegensi ini merupakan perkembangan dari tes integensi ”Wechsler Bellevue Intelligence Scale yang diciptakan David Wechsler pada tahun 1939. Distribusi IQ yang gunakan dapat dilihat pada tabel 2.1.




Tabel 2.1
Distribusi IQ
IQ
KLASIFIKASI
> 130
Sangat Superior
120 – 129
Superior
105 – 119
Rata-rata Tinggi
90 – 104
Rata-rata
80 – 89
Rata-rata Rendah
70 – 79
Batas Lemah Mental
≤ 69
Lemah Mental
Sumber: Walgito, 1992: 152
2.      Faktor penyebab siswa mengalami berprestasi kurang (underachiever)
Darminto dalam jurnal penelitian mengatakan bahwa konsep diri akademik dipandang sebagai Faktor kepribadian yang memainkan peran penting dalam mendorong realisasi potensi dan capaian prestasi.
Menurut Butler-Por  (dalam jurnal Eko darminto 2004) mengatakan bahwa jika  anak memperoleh respon-respon negative dari orang lain (significant other) mereka akan membentuk konsep diri rendah (low self-concept)
Kurangnya motivasi berprestasi juga diakui oleh Butler-Por (dalam jurnal Eko Darminto 2004)  sebagai Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya siswa berprestasi kurang. Anak yang kurang memiliki motivasi berprestasi cenderung menarik diri dan enggan untuk mengikuti/ menyelasaikan tugas-tugas belajar dengan serius
Menurur Munandar (1999), Faktor penyebab siswa berprestasi kurang (underachiever) dibedakan menjadi dua latar belakang keluarga dan latar belakang keluarga dan latar belakang sekolah, sedangkan menurut Yusuf (2007), menyatakan tiga Faktor sebagai penyebab siswa berprestasi kurang (underachiever) yaitu ketidak seimbangan laju perkembangan, kesehatan mental dan Faktor lingkungan.
Butler Por menyatakan bahwa karakter individu menjadi salah satu aspek menjadi pemicu timbulnya berprestasi kurang. Kelima karakter tersebut adalah konsep diri, motivasi belajar, kebutuhan untuk berprestasi dan takut akan kegagalan, kebutuhan untuk bersosialisasi serta takut akan keberhasilan
Seperti yang diungkap Semiawan(2004) (www.smp.alkausar.org) bahwa Faktor-Faktor penyebab siswa berprestasi kurang (underachiever) yang berasal dari sisi fisik misalnya anak mengalami sakit, ada gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau ada cacat fisik”. Hal-hal tersebut sangat mungkin menganggu proses belajar anak sehingga prestasinya tidak bisa menggambarkan kemampuannya.
Munandar (2002: 343) menyebutkan ada beberapa kondisi keluarga yang dapat mengakibatkan anaknya menjadi siswa berprestasi kurang (underachiever)  diataranya, keluarga terpecah (perceraian atau kematian), perlindungan berlebih dari orang tua, sikap otoriter, sikap membiarkan atau membolehkan secara berlebih, dan ketidakajegan sikap orang tua .             Montgemery (Tarmidzi, 2008) menyatakan bahwa siswa yang mencapai prestasi kurang (underachiever) tidak termotivasi belajar disekolah sehingga meraih prestasi dibawah harapan dalam salah satu pelajaran, sebagian atau keseluruhan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa  Faktor penyebab siswa berprestasi kurang (underachiever) adalah motivasi belajar yang kurang, Faktor sosial atau lingkungan, finansial (sosio-ekonomi) keluarga, fisik dan mental serta emosional

3.      Ciri-ciri siswa berprestasi kurang (underachiever) menurut Semiawan (1997) menjelaskan bahwa siswa siswa berprestasi kurang (underachiever)  memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Sikap tidak matang secara sosial
b.      Sikap negatif terhadap pekerjaan sekolah sehingga memiliki kebiasaan belajar yang kurang baik
c.       Kecenderungan menyalahkan orang lain dan berperilaku agresif
d.      Rasa harga rendah diri yang menghasilkan perilaku tidak produktif dan bahkan menjurus pada “ belajar ketergantuangan orang lain”
Menurut Darminto (2004) Siswa berprestasi kurang, cenderung memperlihatkan konsep diri akdemik rendah menyalahkan orang lain atau nasib buruk bagi kegagalannya, tidak menetapkan tujuan secara realistis, dan kurang memilki disioplin, anak tersebut seringkali memperlihatkan citra diri rendah, menyembunyikan kemampuannya yang sebenarnya dan akhirnya menjadi siswa CPK di sekolah.


B.     Pengertian konseling kelompok realita
  1. Pengertian konseling kelompok relita
Menurut George dan Cristiani (dalam Darminto, 2006:7) mengungkapkan bahwa terapi realitas adalah salah satu pendekatan teoritik dalam konseling yang diklasifikasikan kedalam perspektif perilaku (behavioral theory), yang khususnya berakar pada pendekatan pengkondisian operan. Pada konseling realita memusatkan perhatian pada perilaku sekarang dan mengabadikan masa lampau
Sedangkan menurut Gazda (dalam Latipun, 2001:147)
“group counseling is a dynamic interpersonal process focusing on conscious thought and behavior and involving the therapy function of permissiveness, orientation to reality, chatharsis, and mutual trust, caring, underastanding and support.”
Dari pengertian tersebut konseling kelompok adalah suatu proses interpersonal yang dinamis yang memusatkan pada kesadaran berpikir dan tingkah laku, serta melibatkan fungsi-fungsi terapi permisif, berorientasi pada kenyataan, katarsis, saling percaya mempercayai, perhatian, mengerti dan dukungan.
Latipun (2001:129)  juga menyebutkan bahwa konseling realitas adalah pendekatan yang berdasarkan pada anggapan tentang adanya satu kebutuhan psikologis pada seluruh kehidupannya. Kebutuhan akan identitas diri, yaitu kebutuhan untuk merasa unik, terpisah dan berbeda dengan orang lain
Menurut Corey (2003:263) konseling realitas difokuskan pada tingkah laku sekarang dan merupakan bentuk modifikasi perilaku. Hal ini berfungsi agar konseli mampu membantu dirinya dalam menghadapi kenyatan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan diri sendiri ataupun orang lain serta berani memikul tanggung jawab atas semua tingkah lakunya
Sehingga yang dimaksud dengan konseling kelompok realita adalah suatu pendekatan atau proses rasional yang difokuskan pada perilaku individu sekarang serta mengabaikan masa lampau untuk menghadapi kenyataan untuk memenuhi kebutuhan psikologisnyadi kehidupannya tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain
  1. Konsep Utama Konseling Realita
Menurut Glasser (dalam Suwandi (1991) mengatakan bahwa manusia pada hakekatnya adalah :
1)      Manusia adalah makhluk rasional
Manusia merupakan makhluk yang tingkah lakunya dipengaruhi oleh rasionala atau pola pikir tertentu, segala tindakan/tingkah lakunya berawal dari pola-pola pikirnya
2)      Manusia memiliki potensi dan dorongan untuk belajar dan tumbuh (growth force)
Hal ini dimaksudkan bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya memiliki potensi dan kekuatan-kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk untuk proses belajar serta mampu mengambil keputusan bagi diri sendiri dengan memnaYAatkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya


3)      Manusia memiliki kebutuhan dasar
Glasser memusatkan perhatian pada kebutuhan psikologis dasar yang penting yaitu kebutuhan cinta, mencintai, dan kebutuhan akan keberhargaan diri atau merasa dirinya berharga dan berguna
4)       Manusia memerlukan berhubungan dengan orang lain
Dalam pemenuhan kebutuhan psikologis tersebut manusia hakikatnya juga membutuhkan orang lain untuk berkomunikasi atau berinteraksi sehingga manusia dapat mencapai apa yang ia inginkan
5)      Manusia memiliki motivasi dasar untuk mendapatkan identitas diri yang sukses
Glasser menggabungkan kebutuhan dasardengan motivasi dasar untuk mendapatkan identitas diri.identitas diri terbagi dua yaitu identitas gagal dan identitas sukses. Identitas sukses mengacu pada individu yang  melihat dirinya sebagai orang yang berkemampuan, cakap dan berguna serta memiliki kekuatan untuk mengelola lingkungan. Sedangkan identitas gagal yaitu ketidakmampuan individu dalam mengembangkan kemampuan personal dengan orang lain, dan tidak dapat bertanggungjawab, merasa dirinya tidak berdaya dan tidak berharga
6)      Manusia selalu menilai tingkah lakunya
Dalam bertindak atau bertingkah laku manusia akan melakukan penilaian terhadap dirinya, penilaian yang bersifat positif akan mengarah pada perasaan berguna sedangkan penilaian yang bersifat negatif akan mengarah pada perasaan gagal.
7)      Manusia dalam memenuhi kebutuhannya terikat pada responsibility, realy dan righ
Responsibility merupakan tanggung jawab atas perilakunya. Reality adalah perilaku yang nampak sekarang adalah bagian dari realitas dimana suatu fenomena dapat diamati, sedangkan right yakni manusia bertingkah laku sesuai dengan keputusan nilai berupa nilai baik buruk, benar salah.

  1. Tujuan dan Manfaat Konseling Kelompok Realita
Darminto (2006:13) mengatakan bahwa tujauan konseling realita secara umum adalah untuk membantu konseli memecahkan masalahnya dan mengembangkan identitas berhasil dengan cara mendorong perilaku yang realistis dan bertanggung jawab.
Menurut Latipun (2001:129) adalah tujuan konseling realita sama dengan tujuan hidup, yaitu individu untuk mencapai kehidupan dengan success identity. Untuk itu konseli harus bertanggung jawab, yaitu memiliki kemampuan mencapai kepuasan terhadap kebutuhan personilnya.
Lebih lanjut Glasser (dalam Corey, 2003) mengemukakan bahwa tujuan konseling realita adalah membantu individu untuk mencapai kematangan yang diperlukan individu untuk mengganti dukungan lingkungan dengan dukungan internal. Glasser juga mengatakan (dalam Corey, 2003) konseling kelompok realita bertujuan untuk mampu bertanggungjawab atas dirinya sendiri serta mengembangkan rencana-rencana yang bertanggung jawab dan realistis guna mencapai tujuan.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan konseling kelompok realita adalah untuk memecahkan masalah konseli dengan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang ada dalam dirinya, dan mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri agar mencapai individu yang berhasil atau identity success

  1. Tahap-tahap konseling kelompok realita
Menurt Glesser ada delapan tahapan dalam melaksanakan konseling kelompok realita, yang disistematikan menjadi lima tahapan oleh Nursalim,(dalam Nursalim & Hariastuti 2007)
1)      Keterlibatan dan penstrukturan kelompok
Konseli datang untuk konseling pada dasarnya karena gagal terlibat dengan orang lain. Oleh karena itu hal pertama yang perlu dilakukan adalah menunjukkan kepda konseli bahwa ia terlibat dalam tingkat yang mengandung arti dengan konselor dan anggota kelompok. Melalui keterlibatanhubungan emosional, yang kuat antara konselor dan konseli serta antar konseli dapat tercipta, selain itu keterbukaan, kehangatan, keakraban dan hubungan bersifat emosional dan intim perlu diciptakan sehingga akan menimbulkan kepercayaan diri dari anggota kepada konselor dan konselor menerangkan lebih jelas tentang apa makna dan tujuan konseling kelompok beserta norma-norma yang perlu disepakati bersama, menjelaskan betapa pentingnya menyelesaikan masalah secara bersama-sama serta menjelaskan hal apa yang bisa dicapai dari kegiatan ini
2)      Eksplorasi data; perilaku konseli sekarang (apa yang dilakukan konseli akhir-akhir ini sehingga menimbulkan masalah)
Tahap kedua ini menekankan pada kesadaran konseli agar dapat lebih menyadari apa yang mereka perbuat, atau menyadari perilakunya, terkait dengan pemusatan perilaku yang dimaksud adalah pemusatan pada kekiniannya perilaku saat ini, peristiwa yang terjadi sekarang dalam kehidupan konseli, ini merupakan alat untuk menemukan kekuatan dan kelemahan konseli. Konseling ini tidak mendiskusikan masa lalu konseli, kalaupun masalalu konseli perlu dihadirkan, pembahasannya dikaitkan dengan situasi sekarang
3)      Pertimbangan nilai atau evaluasi terhadap baik-buruk, untung-rugi perilaku yang sekarang
Konseli perlu diajak menilai dan membuat keputusan atas perilakunya, setelah dilakukan pembahasan perilaku konseli yang sekarang, konselor mengajak konseli untuk mengevaluasi perilaku mereka, bertanggung jawab atau tidak, perilaku mereka merugikan diri sendiri dan orang lain atau tidak, disini konselor tidak membuat keputusan nilai bagi konseli, namun konselor tidak juga dapat menerima perilaku yang tidak bertanggung jawab. Keputusan nilai harus dibuat konseli. Meskipun tidak tertutup kemungkinan bagi konselor untuk menunjukkan pilihan. Prinsip tidak ada maaf bagi perilaku yang tidak bertanggung jawab harus tetap dipegang oleh konselor. Jika konseli tetap bertahjan dengan mengatakan perilakunya baik, konselor tidak perlu membantahnya lagi. Hanya konselilah yang berhak dan dapat membuat keputusan nilai atas dirinya
4)      Rencana pengembangan perilaku baru dan pelaksanaanya
Setelah konseli memberikan penilaian dan membuat keputusan atas perilakunya yang tidak bertanggung jawab konselor membantu mereka membuat perencanaan untuk mengubah perilakunya yang bertanggung jawab. Perencanaan dimulai dengan memantapkan pencapaian tujuan jangka pendek sebagai dasar pencapaian jangka panjang. Perencanaan harus dibuat secara spesifik, kongkrit dan hasilnya dapat diukur. Pada dasarnya rencana yang dibuat bersifat fleksibel dan terbuka bagi adanya modifikasi. Apabila konseli gagal melaksanakan rencana memang bisa sajadiadakan perubahan, namun sebelum itu konselor perlu memberi dorongan dan semangat agar konseli mampu mewujudkannya, mungkin dengan mencoba sekali lagi sebelum dilaksanakan alternatif yang lain. Tahap selanjutnya adalah tahap komitmen dimana konselor meminta konseli untuk mengikat janji guna melaksanakan rencana, komitmen ini sebaiknya tertulis dan ditandatangani konseli
5)      Evaluasi pelaksanaan dan tindak lanjut, yang gagal tidak boleh dimaafkan namun juga tidak boleh diberi hukuman
Bagi konselor orientasi konseling kelompok realita bukan menanyakan penyebab kegagalan konseli melaksanakan rencananyajika terjadi kegagalan konselor tetap menolakuntuk menerimanya dan konselor tidak memaafkan perilaku yang tidak bertanggung jawab. Bukan menanyakan mengapa kamu gagal, melainkan bagaimana kamu harus mewujudkan apa yang kamu inginkan sekarang, sebagai gantinya konselor lebih peduli untuk membantu konseli membuat komitmen rencana yang lain, mungkin modifikasi rencana semula. Menghilangkan hukuman sama pentingnya dengan tidak memberi maaf. Disini konselor hanya berusaha mengajarkan kepada konseli bahwa konsekuensi alamiah selalu ada akan menimpanya bukan dengan hukuman terhadapnyaseperti memperolah nilai buruk jika tidak mau belajar,
  1. Teknik dalam konseling kelompok realita
Glasser (dalam Corey, 2003) menguraikan teknik-teknik yang dipakai dalam konseling realita adalah sebagai berikut:
1)      Terlibat dalam permaianan peran konseli
2)      Menggunakan humor
3)      Mengkonfrontasi konseli dan menolak dalah apapun
4)      Membantu konseli dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan
5)      Bertindak sebagai model guru, memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi
6)      Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengkonfrontasi konseli dengan tingkah lakunya yang tidak realistis
7)      Melibatkan diri dengan konseli dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif
 C. Pengertian motivasi belajar
1.      Motivasi belajar
Berbicara motivasi tidak terlepas dari kata motif. Secara morfologi, kamus besar bahasa indonesia memberikan pengertian motif dan motivasi sebagai berikut: motif adalah kata benda yang artinya pendorong, sedangkan motivasi adalah kata kerja yang artinya mendorong. Jadi mo  tivasi adalah sebuah tindakan untuk mendorong / memberikan dorongan yang dilakukan oleh individu
Menurut Winkel (1989 : 92) mendefinisikan motivasi belajar sebagai “ keseluruhan daya penggerak yang memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan belajar”.
Sedangkan menurut Nasution yang dikutip oleh Syaiful (2002 : 166) motivasi belajar adalah kondisi psikologis seseorang untuk belajar”
Menurut Sardirman  (2001:73), motivasi belajar adalah “ keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai” . dikatakan juga oleh Sardiman bahwa “ motivasi belajar merupakan Faktor psikis yang bersifat non imtelektual”.
Dapat diambil kesimpulan dari beberapa pendapat bahwa, motivasi belajar, adalah keseluruhan daya penggerak dalam aspek psikologis seseorang yang bersifat non intelektual yang mendorong dan memberikan arah kepada kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.

2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa
menurut Natawidjaya dan Moesa (1992:32) menyatakan bahwa Faktor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah
a.       Faktor Pribadi
maksud dari Faktor pribadi adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri , meliputi kemampuan intelegensi, bakat dan minat
b.      Faktor Lingkungan
maksud dari Faktor lingkungan disini adalah faktor dari luar diri individu yang bersangkutan yang bisa diwujudkan dalam interaksinya
adapun menurut Suradi dan Soetjipto (1990:70), Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain:
1)      kemampuan intelegensi
2)      jumlah keluarga
3)      sikap orangtua
4)      lingkungan sekolah
5)      perhatian orangtua
6)      lingkungan sekolah
7)      keadaan jasmani
3.      Ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi belajar
motivasi yang ada pada diri setiap orang atau siswa itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1)      Tekun menghadapi tugas, dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai
2)      Ulet menghadapi kesulitan atau tidak lekas putus asa, tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin atau tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya.
3)      Menunjukkan minat terhadap macam-macam masalah
4)      Lebih senang bekerja mandiri
5)      Cepat bosan pada tugas rutin, hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif
6)      Dapat mempertahankan pendapatnya, kalau sudah yakin akan sesuatu
7)      Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu
8)      Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal
(Sardiman, 20001:81)

D.    Penelitian yang relevan
Penelitian ini tidak terlepas dari penelitian terdayang relevan dengan penelitian ini. Baik mengenai konseling kelompok realita maupun motivasi belajar siswa
Penelitian yang dilakukan oleh Uswatun (2009) tentang penerapan konseling realitas untuk menurunkan perilaku menarik diri (with Drawl) pada siswa dari hasil analisis data yang dilakukan menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah pemberian perlakuan dengan konseling kelompok realita terhadap siswa menarik diri (tidak dipilih) menjadi menurun perilaku menarik diri yang dialami siswa (dipilih). Sehingga dari penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh positif dari penerapan konseling kelompok realita dalam mengatasi siswa yang mengalami perilaku menarik diri. Artinya semakin intensif kegiatan pemberian konseling kelompok realita yang dilakukan oleh konselor, maka siswa yang mengalami masalah akan mudah menyelesaikan masalahnya
Penelitian yang relevan ketiga adalah penelitian Ristiningtyas (2009) tentang mengurangi kebiasaan mencontek dengan konseling kelompok. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil yaitu adanya perubahan yang signifikan dalam mengurangi perilaku mencontek antara sebelum dan sesudah pemberian perlakuan yaitu konseling kelompok realita.
Susyanie (2000) mengenai motivasi belajar membuktikan terdapat hubungan yang signifikan antara penjurusan, motivasi belajar, dan prestasi belajar. Penelitian ini membuktikan bahwa motivasi belajar lebih besar pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa dibandingkan dengan variabel penjurusan











D. KERANGKA BERPIKIR

Ditemukan siswa yang mengalami kurang motivasi belaja serta mengalami siswa capaian prestasi kurang (underachiever)
 
Dalam upaya meningkatkan motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever) peneliti berupaya untuk memberikan perlakuan yang berkaitan dengan motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever), adalah melalui kegiatan layanan bimbingan dan konseling yaitu kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik diskusi kelompok. Untuk memperjelas uraian diatas maka, dapat digambarkan tabel mengenai alur kerangka pikir seperti dibawah ini :
Mengidentifikasi siswa berprestasi kurang (underachiever) melalui
1.      Data dari konselor sekolah hasil IQ dan daftar prestasi siswa.
2.      angket motivasi belajar siswa  yang mengalami prestasi kurang (underachiever) 
 



















Melakukan proses Konseling Kelompok Realita
Meliputi 5 Tahapan
 




Adanya perubahan skor motivasi belajar dilihat dari angket post test yang disebarkan, dan membandingkan perubahan skor motivasi belajar antara sebelum dan sesudah penerapan konseling kelompok realita

 


            Butler por menyatakan bahwa karakter individu menjadi salah satu aspek yang menjadi pemicu timbulnya berprestasi kurang. Kelima karakter individu tersebut meliputi konsep diri, motivasi diri, kebutuhan untuk berprestasi dan takut akan kegagalan. Penelitian ini dispesifikan pada peran motivasi belajar dalam mempengaruhi siswa yang mencapai prestasi kurang untuk merealisasikan potensi akademik.langkah pertama dalam penelitian ini adalah dengan menentukan dan menemukan siswa-siswa yang mengalami motivasi belajar yang kurang sehingga menjadi salah satu Faktor penyebab terjadinya berprestasi kurang (underachiever).setelah ditemukan siswa yang mengalami masalah tersebut. Berdasarkan pendapat Runikasari (2008) dan Coyle (dalam Tarmidzi, 2008) yang mengatakan motivasi belajar siswa yang mencapai prestasi kurang perlu ditingkatkan agar prestasi yang dicapai sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Maka akan ditindak lanjuti dengan pemberian bantuan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan konseling kelompok dengan 5 tahapan dalam kegiatan tersebut yaitu  1) Keterlibatan dan penstrukturan kelompok 2) Eksplorasi data; perilaku konseli sekarang (apa yang dilakukan konseli akhir-akhir ini sehingga menimbulkan masalah) 3) Pertimbangan nilai atau evaluasi terhadap baik-buruk, untung-rugi perilaku yang sekarang 4) Rencana pengembangan perilaku baru dan pelaksanaanya 5) Evaluasi pelaksanaan dan tindak lanjut, yang gagal tidak boleh dimaafkan namun juga tidak boleh diberi hukuman, hal ini relevan dengan pendapat dari Butler Por (1987)  mengatakan bahwa konseling kelompok dapat menjadi salah satu strategi penanganan yang dapat diterapkan pada siswa yang mencapai prestasi kurang (underachiever), karena didalam kelompok tersebut membahas dan mengentaskan masalah belajar yang dimiliki.
Menurut Gunarsa (1980) konseling kelompok dilaksanakan sebagai alternatif bantuan karena setiap anggota kelompok dapat belajar berpikir dan bertanggung jawab, serta keberhasilan dalam memecahkan masalah akan menyokong harga diri setia. Dari pemberian bantuan tersebut diharapkan anggota kelompok atau konseli mampu meningkatkan motivasi belajarnya dan mengatasi masalah yang dialami yaitu gejala berprestasi kurang (underachiever). Dalam melihat adanya perubahan pada siswa digunakan sumber data primer yaitu angket motivasi belajar, dengan membandingkan tingkat perubahan skor yang diperoleh siswa antara sebelum dan sesudah perlakuan, sumber data sekundernya adalah pengamatan, wawancara dan membandingkan nilai ulangan harian sebelum diberi perlakuan dengan nilai ulangan harian setelah diberi perlakuan

E.     Hipotesa Penelitian
Hipotesa adalah dugaan jawaban yang sifatnya sementara oleh karena itu perlu adanya pengujian kembali tentang kebenaranya.
Permasalahan dan kajian pustaka telah diuraikan maka dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut : “ada perbedaan yang signifikan pada skor motivasi belajar siswa yang mengalami berprestasi kurang (underachiever)  antara sebelum dan sesudah penerapan konseling kelompok realita”.





BAB III
METODE PENELITIAN
A      Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Pre-eksperiment dengan pendekatan one group pre test and Post Test Desagn.eksperimen yang dilakukan ini adalah eksperimen yang dilakukan pada satu kelompok saja tanpa adanya kelompok pembanding, sehingga dalam penelitian ini diasumsikan bahwa perbedaan antara pengukuran awal dan akhir merupakan efek dari adanya sebuah perlakuan. Untuk memperjelas rancangan penelitian  pre-eksperiment dengan one group pre test and post test design,  rancangan tersebut dapat dilihat dalam gambar dibawah ini :



 



Gambar 3.1
Rancangan penelitian (Arikunto, 2002)
Berdasarkan bagan diatas maka pertama kali yang dilakukan penulis adalah melakukan tes awal (Pre-Test) pada suatu kelompok subjek yang telah dibentuk yaitu melalui pemberian angket tentang beberapa gejala yang dialami siswa berberprestasi kurang (underachiever) yang menyebabkan menurunnya motivasi belajar dan kurang memaksimalkan potensi yang dimiliki. Kemudian akan diberikan suatu perlakuan yang dalam hal ini adalah diskusi kelompok dalam proses bimbingan kelompok. Untuk mengetahui hasil atau efek dari pemberian perlakuan terhadap masalah siswa berberprestasi kurang (underachiever), maka akan dilakukan pengukuran kembali (post-Test) dengan menggunakan angket siswa berberprestasi kurang (underachiever)
        Prosedur dari pelaksanaan penelitian dengan rancangan pendekatan  pre experimental design dengan pre test dan post test one group design, adalah sebagai berikut :
1).   Peneliti mengukur  keadaan subyek sebelum eksperiment (T1) yang disebut pre test.
2).   Setelah dilakukan pre test, kemudian diberikan perlakuan yaitu penerapan konseling kelompok realita (X).
3).  Setelah treatment diberikan dan  ditentukan nilai setelah eksperiment (T2) yang disebut Post test, kemudian dibandingkan  nilai antara T1 dan T2 yang diasumsikan sebagai efek dari eksperiment.
Prosedur pelaksanaan konseling kelompok realita yang dilakukan dalam penelitian adalah menerapkan tahapan yang dikemukakan oleh Glesser ada delapan tahapan dalam melaksanakan konseling kelompok realita, yang disistematikan menjadi lima tahapan oleh Nursalim,(dalam Nursalim & Hariastuti 2007)
       Treatment akan diberikan dalam 6 kali pertemuan, dengan rincian sebagai berikut :
1)      Keterlibatan dan penstrukturan kelompok (pertemuan I)
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menunjukkan kepada konseli bahwa ia terlibat dalam tingkat yang mengandung arti dengan konselor dan anggota kelompok. Serta menumbuhkan kepercayaan diri dari anggota kepada konselor dan konselor menerangkan lebih jelas tentang apa makna dan tujuan konseling kelompok beserta norma-norma yang perlu disepakati bersama, menjelaskan betapa pentingnya menyelesaikan masalah secara bersama-sama serta menjelaskan hal apa yang bisa dicapai dari kegiatan ini
2)      Eksplorasi data; perilaku konseli sekarang (apa yang dilakukan konseli akhir-akhir ini sehingga menimbulkan masalah) (pertemuan 2)
Konselor mengajak konseli untuk melihat apa yang salah pada dirinya, mengekplorasi perilaku-perilaku yang salah dalam belajarnya perilaku yang akhir-akhir ini konseli alami
3)      Pertimbangan nilai atau evaluasi terhadap baik-buruk, untung-rugi perilaku yang sekarang (pertemuan 3)
Setelah menemukan beberapa gejala yang dialami konselor mengarakhakan konseli , melihat apa perilakunya tersebut salah atau benar dan menguntungkan dirinya atau malah merugikan, hanya konseli yang menentukan baik buruknya perilaku yang ia lakukan konselor hanya memberikan pertimbangan dan wawasana kepada konseli dalam melihat perilakunya.
4)      Rencana pengembangan perilaku baru dan pelaksanaanya
(pertemuan 4)
Setelah konseli memberikan penilaian dan membuat keputusan atas perilakunya yang tidak bertanggung jawab konselor membantu mereka membuat perencanaan untuk mengubah perilakunya yang bertanggung jawab. Perencanaan dimulai dengan memantapkan pencapaian tujuan jangka pendek sebagai dasar pencapaian jangka panjang. Perencanaan harus dibuat secara spesifik, kongkrit dan hasilnya dapat diukur. Tahap selanjutnya adalah tahap komitmen dimana konselor meminta konseli untuk mengikat janji guna melaksanakan rencana, komitmen ini tertulis dan ditandatangani konseli
5)      Evaluasi pelaksanaan dan tindak lanjut, yang gagal tidak boleh dimaafkan namun juga tidak boleh diberi hukuman (pertemuan ke 5)
Konselor melihat seberapa besar rencana dalam menyelesaikan permasalahannya dilaksanakan, ada beberapa konseli yang gagal melaksanakan, konselor disini  tetap menginstruksikan untuk tetap melaksanakan rencana tersebut, kesalahan-kesalahan yang ia alami konselor memodifikasi rencana tersebut agar konseli lebih mudah dalam melaksanakan rencanan  yang telah ia susun
Disini konselor hanya berusaha mengajarkan kepada konseli bahwa konsekuensi alamiah selalu ada akan menimpanya bukan dengan hukuman terhadapnya, seperti memperolah nilai buruk jika tidak mau belajar,
6)      Pertemuan ke 6 adalah evaluasi dengan mengisi angket post test
Konselor memberikan angket motivasi belajar siswa berprestasi kurang untuk mengetahui apakah ada perubahan tingkat skor motivasi belajar antara sebelum dan sesudah adanya perlakuan



B.  Tahap Penelitian
           Adapun tahap yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai   berikut :
1.   Tahap persiapan
a.   Penyusunan Proposal Skripsi
Penyusunan proposal skripsi, merupakan awal kegiatan penelitian sebelum penulis datang ke lapangan, penulis terlebih dahulu menentukan topik dan permasalahan yang akan dibahas tersebut dirumuskan dalam bentuk judul penelitian.
b.    Menentukan Lokasi Penelitian
        Penelitian ini menetapkan lokasi penelitian di “SMA NEGERI 3 TUBAN”
c.     Permohonan Izin
Permohonan surat izin dari Fakultas untuk sekolah yang dituju, hal ini dilakukan agar mempermudah dalam melakukan penelitian di SMA Negeri 3 Tuban, surat izin ini merupakan syarat administrasi yang harus dipenuhi oleh peneliti
2.  Tahap Pelaksanaan
a.     Membuat Jadwal Penelitian
Penyusunan jadwal penelitian ini disesuaikan  dengan kegiatan belajar siswa pada kelas X-D SMA Negeri 3 Tuban. Hal ini dilakukan agar dalam pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar (KBM).

b.    Pengumpulan Data
        Pengumpulan data dilakukan melalui metode angket yang diberikan kepada siswa, angket pertama dilakukan di kelas X-C untuk menguji validitas dan realibilitas angket tersebut, setelah di ketahui tingkat kevaliditasan angket tersebut, dilakukan Pre-Test dengan memberikan angket yang sudah teruji di kelas X-D yang menjadi subjek penelitian. dengan ini diharapkan penulis akan lebih mudah untuk  mengidentifikasi siswa  kelas X-D SMA Negeri 3 Tuban yang diduga mengalami siswa berprestasi kurang (Underachiever).
c.     Pelaksanaan Strategi
       Setelah ditemukan siswa yang teridentifikasi mengalami kurang motivasi belajar sehingga mengalami prestasi kurang (Underachiever), konselor menerapkan konseling kelompok realita untuk membantu meningkatkan motivasi belajar siswa prestasi kurang (Underachiever) pada siswa kelas X-D SMA Negeri 3 Tuban.
3.  Tahap Analisis Data
        Analisis data yang dipakai adalah analisis statistik dengan  menggunakan uji tanda.
4.  Tahap Pembahasan
       Tahap ini berisi tentang pembahasan hal-hal yang dianggap penting dalam penelitian.
5.      Tahap Rekomendasi
Berdasarkan permintaan dari sekolah yang diteliti sehingga mengharap peneliti memberikan rekomendasi dalam menangani siswa berprestasi kurang (Underachiever) agar dapat menjadi bahan pertimbangan oleh sekolah dalam menangani siswa prestasi kurang (Underachiever)

B       Subjek Penelitian
Arikunto (1998:112) mengemukakan    Subyek penelitian merupakan  sesuatu yang kedudukannya sangat sentral, karena pada subyek penelitian inilah data tentang variabel yang diteliti berada dan diamati oleh peneliti”.                    
        Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X-D SMA Negeri 3 Tuban yang mengalami kurang motivasi belajar yang menyebabkan siswa berprestasi kurang (Underachiever) melalui pengisian angket motivasi dan (underachiever) . Teknik pengambilan subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan hasil perhitungan regresi linier antara angka prestasi aktual dari rata-rata nilai rapor, serta angka kecerdasan (IQ) , maka subyek penelitian dijadikan responden dengan kata lain disebut sebagai subyek penelitian.
       Prosedur mendapatkan subyek penelitian sebagai berikut :
1.      Menyebarkan angket kurangnya motivasi belajar yang menyebabkan siswa berprestasi kurang (Underachiever) kepada siswa kelas X-D SMA Negeri 3 Tuban.
2.      Angket diisi oleh responden kemudian angket ditarik kembali.
3.      Hasil angket di skor, dari sini akan diketahui siswa yang kurang termotivasi belajar dan terindikasi mengalami siswa berprestasi kurang (underachiever).
4.      Membandingkan nilai rata-rata raport antara nilai prestasi dan angka kecerdasan.
5.      Hasil skor terendah dan berdasarkan hasil perhitungan regresi linier antara nilai prestasi siswa dan angka kecerdasan (IQ), nantinya akan dijadikan subyek dalam penelitian dan mendapatkan perlakuan berupa konseling kelompok realita.
6.      Dan menerima rekomendasi siswa dari pihak sekolah atau guru BK yang terindikasi mengalami siswa berprestasi kurang.
       Berdasarkan prosedur di atas, dalam penelitian ini didapatkan 6 orang siswa di kelas X-D yang mendapatkan motivasi belajar kurang yang rendah dan terindikasi siswa berprestasi kurang sehingga 6 siswa tersebut menjadi subyek penelitian.

C      Variabel dan Definisi Operasional
Variabel dapat diartikan sebagai suatu konsep yang memiliki nilai ganda, atau suatu faktor yang jika diukur akan menghasilkan skor yang bervariasi (Rianto,1996) .
Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa variabel adalah segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan penelitian yang jika diukur akan menghasilkan skor yang bervariasi.
Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu konseling kelompok realita sebagai variabel bebas (X) dan motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever) sebagai variabel terikat (Y). berikut definisi operasional dari kedua variabel tersebut:
1.      Konseling kelompok realita (variabel bebas)
Menurut Corey (2003:263) konseling realitas difokuskan pada tingkah laku sekarang dan merupakan bentuk modifikasi perilaku. Hal ini berfungsi agar konseli mampu membantu dirinya dalam menghadapi kenyatan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan diri sendiri ataupun orang lain serta berani memikul tanggung jawab atas semua tingkah lakunya.
Dengan melakukan lima tahapan yaitu :
1)      Keterlibatan dan penstrukturan kelompok
2)      Eksplorasi data; perilaku konseli sekarang (apa yang dilakukan konseli akhir-akhir ini sehingga menimbulkan masalah)
3)      Pertimbangan nilai atau evaluasi terhadap baik-buruk, untung-rugi perilaku yang sekarang
4)      Rencana pengembangan perilaku baru dan pelaksanaanya
5)      Evaluasi pelaksanaan dan tindak lanjut, yang gagal tidak boleh dimaafkan namun juga tidak boleh diberi hukuman
2.      Motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever) (variabel terikat)
Definisi operasional dari motivasi siswa berprestasi kurang (underachiever) adalah segala dorongan yang membuat seseorang untuk melakukan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki siswa dapat tercapai serta mampu mendapatkan hasil prestasi belajar (Nilai) sesuai dengan potensi yang dimilikinya (IQ). Menurut Tol’ah (2009:5) batasan yang digunakan yaitu: IQ 90-104 (rata-rata), maka nilai minimal yang harus diperoleh yaitu 85, IQ 105-119 (di atas rata-rata) nilai minimal 90, IQ 120-129 (cerdas) nilai minimal 95, diatas 140 (jenius) nilai minimal 98.
Pedoman Pengkategorian Prestasi kurang (underachiever)
NO
IQ
KLASIFIKASI
PRESTASI MINIMAL

1
> 130
Sangat Superior/ jenius
98


2
120 – 129
Superior
95

3
105 – 119
Rata-rata Tinggi
90

4
90 – 104
Rata-rata
85

5
80 – 89
Rata-rata Rendah
75

6
70 – 79
Batas Lemah Mental
40

7
≤ 69
Lemah Mental
30









Tabel 3.2
Yang dimaksud dari tabel tersebut adalah apabila siswa dengan tingkat IQ 105-119 (rata-rata tinggi) seharusnya mendapatkan prestasi minimal 90  jika siswa mempereoleh hasil prestasi belajarnya dan tidak sesuai dengan tingkat potensi yang dimiliki maka siswa tersebut tergolong siswa yang mengalami berprestasi kurang (underachiever) dan selanjutnya.

Menurut Clark (dalam Tol’ah 2009:17) mengatakan  ada beberapa karakteristik yang ditunjukan siswa berprestasi kurang (underachiever) , yaitu sebagai berikut:
1.      Menunjukan prestasi yang berlawanan dengan harapan atau potensi yang dimilikinya.
2.      Merasa tidak senang dengan sekolah atau gurunya dan cenderung bergabung dengan teman yang juga memiliki sikap negatif terhadap sekolah.
3.      Kurang termotivasi untuk belajar, tidak mengerjakan tugas, sering mengantuk ketika belajar dan tidak tuntas dalam mengerjakan tugas.
4.      Kurang mampu melakukan penyesuaian intelektual.
5.      Merasa kurang bersemangat, kurang tegas dan sering ribut di kelas.
6.      Memiliki disiplin yang rendah, sering telat sekolah, enggan mengerjakan tugas, sering ribut, dan mudah terpengaruh.
7.      Tidak memiliki hobi atau minat terhadap kegiatan untuk mengisi waktu luang

D      Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang sesuai dengan variabel penelitian, diperlukan suatu metode pengumpulan data. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalahmenbandingkan tingkat kecerdasan siswa dengan hasil prestasi belajar yaitu ulangan harian yang digunakan untuk mengetahu hasil prestasi siswa, metode angket dan wawancara.
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang diketahui (Arikunto. 1992:124). Dalam penelitian ini metode angket ini digunakan adalah angket langsung bentuk tertutup untuk mengungkap siswa berprestasi rendah (underachiever), yang dilatar belakangi kurangnya motivasi belajar siswa
           a.   Angket atau Kuesioner (questionnaires)
                           Menurut Arikunto (1998:128), angket adalah “sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi  dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.”         
                  Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis  angket tertutup dengan bentuk pilihan ganda atau multiple choice yaitu responden diminta untuk memilih jawaban a, b, c, atau d yang sesuai dengan kondisi responden yang sebenarnya.
                                    Angket ini akan diberikan untuk mengumpulkan data siswa yang mengalami motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever), dan angket ini akan diberikan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Dengan kata lain angket ini digunakan  untuk menentukan nilai pre test dan post test. Adapun langkah-langkah dalam penyusunan angket adalah
1.      Mengidentifikasi variabel-variabel yang diteliti
2.      Membuat indikator pada masing-masing variabel
3.      Membuat prediktor dari indikator yang ada agar lebih jelas apa yang akan diungkap
4.      Membuat tabel spesifikasi atau blue print
5.      Menyusun item angket
6.      Uji coba angket untuk mengetahui validitas, untuk  disebarkan diluar sampel yakni kelas X-C
7.      Melakukan uji revisi terhadap angket yang telah disebar dan menyebarkannya   kembali  hasil angket yang telah direvisi untuk memperoleh data yang akurat
     Pengambilan keputusan, artinya instrument yang telah direvisi dan sudah teruji validitas dan reliabilitasnya sudah dapat dipastikan instrument tersebut sudah dapat disebarkan di kelas X-D.
       Data dalam suatu  penelitian mempunyai kedudukan penting, oleh karena itu  benar tidaknya data tergantung instrument pengumpulan data. Instrument dikatakan baik bila memenuhi 2 syarat yaitu valid dan reliabel, sehingga sebelum instrument siap disebarkan terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya.
                1). Validitas
                                    Suatu alat ukur  tersebut dikatakan valid bila alat ukur tersebut dapat mengukur apa yang  diukur. Singarimbun (1995:122) mengemukakan validitas adalah  “sejauhmana alat pengukur, mengukur apa yang diukur.” Adapun langkah-langkah dalam menghitung validitas adalah sebagai berikut :
                       a).  Mengidentifikasi secara operasional konsep yang diukur
                       b).  Menyebarkan angket pada responden
                       c).  Menghitung skor-skor tiap item serta item secara total
d). Menghitung kolerasi antara masing-masing item, dengan skor total  menggunakan kolerasi product moment, dengan rumus kasar :
                     
    Keterangan :
            rxy        : Koefisien kolerasi
            ∑ XY   : Jumlah hasil kali dari X dan Y
            X2         : Kuadrat dari variabel x
            Y2                       : Kuadrat dari variabel y
            N         : subyek penelitian
   e). Hasil kolerasi dari tiap-tiap item dibandingkan dengan nilai   r table dengan taraf signifikan 5%.
                Berikut akan diuraikan perhitungan validitas dari salah satu butir item pertanyaan.
Tabel 3.3
Uji validitas item 2
X2
Y
XY
4
16
71
5041
284
3
9
85
7225
255
3
9
80
6400
240
3
9
58
3364
174
3
9
70
4900
210
3
9
79
6241
237
3
9
75
5625
225
3
9
66
4356
198
3
9
75
5625
225
3
9
80
6400
240
3
9
68
4624
204
4
16
81
6561
324
2
4
62
3844
124
3
9
67
4489
201
3
9
69
4761
207
3
9
83
6889
249
3
9
77
5929
231
3
9
84
7056
252
3
9
82
6724
246
3
9
74
5476
222
X2
Y
XY
3
9
74
5476
222
2
4
53
2809
106
2
4
75
5625
150
4
16
89
7921
356
3
9
46
2116
138
4
16
83
6889
332
3
9
65
4225
195
3
9
67
4489
201
3
9
73
5329
219
4
16
85
7225
340
92
290
2196
163634
6807













BERIKUT UJI VALIDITAS NO 2
∑X = 92                      ∑Y = 2196      ∑XY= 6807

∑ X²= 290                   ∑ Y²= 163634


0,481

        Berdasarkan hasil perhitungan validitas diatas maka dapat diketahui bahwa untuk item no.1 rhitung = 0,481  yang kemudian dikonsultasikan dengan rtabel dengan subyek N = 30 taraf signifikan 5% batas penolakan sebesar 0,481  (tabel nilai product moment). Dengan demikian rhitung lebih besar dari rtabel (0,481 > 0,361), maka data angket penerapan konseling kelompok realitauntuk meningkatkan motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever)  untuk  item no.2 dapat dikatakan signifikan atau valid.
2). Reliabilitas
                     Arikunto (1998:154) mengemukakan, “Reliabilitas menunjukkkan pada satu pengertian bahwa instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik”. Penelitian ini menggunakan  rumus teknik belah dua, yaitu item kelompok gasal dan item kelompok genap, kemudian dicari kolerasinya. Berikut prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut :
          a).  Membuat tabel yang berisi kolom untuk nomor subyek dan baris untuk item gasal.
          b).  Membuat tabel yang berisi kolom untuk nomor subyek dan baris untuk item genap.
      c).   Memindahkan jawaban subyek pada tabel yang telah tersedia.
      d).   Menjumlahkan skor yang telah diperoleh masing-masing subyek.
      e).   Menghitung reliabilitas keseluruhan item dengan rumus kolerasi
                Untuk mencari koefisien kolerasi dalam penelitian digunakan rumus Spearman Brown :     
         Keterangan :
         r11          : Reliabilitas Instrumen
         r 1/21/2 : rxy yang disebutkan dengan indeks kolerasi antara dua belahan instrument (belahan pertama dan kedua). ( Arikunto, 1998:173)
Tabel 3.4 Uji Reliabilitas
NO
X
Y
XY
1
67
4489
71
5041
4757
2
71
5041
85
7225
6035
3
67
4489
80
6400
5360
4
55
3025
58
3364
3190
5
72
5184
70
4900
5040
6
73
5329
79
6241
5767
7
70
4900
75
5625
5250
8
69
4761
66
4356
4554
9
72
5184
75
5625
5400
NO
X
Y
XY
10
70
4900
80
6400
5600
11
64
4096
68
4624
4352
12
69
4761
81
6561
5589
13
57
3249
62
3844
3534
14
63
3969
67
4489
4221
15
64
4096
69
4761
4416
16
81
6561
83
6889
6723
17
73
5329
77
5929
5621
18
79
6241
84
7056
6636
19
77
5929
82
6724
6314
20
73
5329
74
5476
5402
21
71
5041
74
5476
5254
22
52
2704
53
2809
2756
23
71
5041
75
5625
5325
24
82
6724
89
7921
7298
25
41
1681
46
2116
1886
26
86
7396
83
6889
7138
27
63
3969
65
4225
4095
28
60
3600
67
4489
4020
29
65
4225
73
5329
4745
30
82
6724
85
7225
6970

2059
143967
2196
163634
153248













Berdasarkan tabel hasil perhitungan reliabilitas angket diatas, maka dapat diketahui :
N            = 30                 Sx2       = 143967
Sx           = 2059             Sy2       = 163634
Sy           = 2196             Sxy      = 153248
Selanjutnya hasil tersebut dimasukkan ke dalam rumus Spearman Brown, untuk memperoleh indeks reliabilitas, yaitu :
  Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh rhitung sebesar 0,955 kemudian dikonsultasikan dengan rtabel dengan jumlah subyek N= 30 dengan taraf signifikan 5 % batas penolakan hipotesis nihil (Ho) yaitu  0,361 (tabel nilai r Product Moment). Dengan demikian rhitung lebih besar rtabel (0,955 > 0,361), sehingga instrumen angket tentang penerapan konseling kelompok realita untuk meningkatkan motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever) kelas X-D di SMA Negeri 3 Tuban yang disusun dalam penelitian ini dinyatakan reliabel.

.  B. Observasi
                    Observasi merupakan  aktifitas peneliti  yang dilakukan dengan memperhatikan subyek penelitian ketika memberikan  perlakuan konseling kelompok realita. Pengamatan yang diberikan  berupa pengamatan langsung untuk mengetahui tingkah laku siswa. Menurut Sudikin dan Mundir (2005:221) teknik observasi merupakan pengamatan yang dilakukan  oleh indra secara langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, dan perilaku.
                     Arikunto (2006:157), mengemukakan observasi sebenarnya adalah pengamatan secara langsung yang dapat dilakukan dengan tes, kuisioner, rekaman gambar atau foto, maupun rekaman suara.
                     Beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan observasi adalah  pengamatan secara langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, dan perilaku yang dapat dilakukan dengan tes, kuisioner, rekaman gambar atau foto, maupun rekaman suara.
       Adapun observasi  dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
       1). Observasi non sistematik yang dilakukan  oleh pengamat dengan  tidak menggunakan  instrument pengamatan.
                  2). Observasi sistematik yang dilakukan pengamat dengan menggunakan instrument pengamatan.
               Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah  jenis observasi sistematik yang dilakukan peneliti  dengan menggunakan pedoman  sebagai instrument pengamatan. Pedoman observasi merupakan  sebuah daftar kegiatan  yang timbul dan yang akan diamati.

    c.   Wawancara
               Wawancara atau interview adalah dialog atau tanya jawab yang dilakukan pewawancara untuk mengetahui informasi dari responden. Wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi sebagai pelengkap data dari pihak terkait dengan variabel yang diteliti, dalam hal ini siswa yang telah mengikuti perlakuan untuk mengetahui sejauhmana motivasi belajar siswa berprestasi kurang dapat ditingkatkan.
                  Ditinjau dari pelaksanaannya penelitian ini menggunakan jenis interview terpimpin (terstruktur), yaitu interview yang dilakukan oleh pewawancara dengan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci beserta alternatif jawaban yang telah disiapkan untuk mengkroscekkan data yang telah diperoleh sebelumnya.



2. Instrument pengumpul data
Arikunto (2006:162) mengemukakan “Instrument pengumpul data adalah alat atau Fasilitas yang digunakan oleh peneliti  dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematik sehinggan lebih mudah diolah. Variasi jenis penelitian adalah angket, chek list, pedoman wawancara, pedoman pengamatan.”
Titik tolak dari penyusunan instrument pengumpul data adalah  variabel-variabel penelitian yang  akan ditetapkan  untuk diteliti. Dari variabel-variabel tersebut  diberikan definisi operasional dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur. Dari indikator kemudian  akan dijabarkan  menjadi butir-butir pernyataan.
               Instrument yang tepat adalah  instrument yang dapat mengukur variabel-variabel yang diteliti maka perlu  menyusun rencana instrument yang disebut kisi-kisi instrument. Kisi-kisi angket berfungsi sebagai pedoman dalam
Merumuskan butir-butir pernyataan dalam alat ukur.
a.        Instrument angket
                  Adapun kisi-kisi angket yang merupakan salah satu instrument yang akan digunakan penulis adalah sebagai berikut :
Tabel 3.5 kisi-kisi angket
Variabel
Sub Variabel
Indikator
No item
jumlah
+
-
Motivasi belajar siswa berprestasi kurang
a. prestasi berlawanan dengan harapan atau potensi
·         Nilai  dibawah rata-rata tingkat potensi (IQ) yang dimiliki
·         Pemahaman terhadap materi yang kurang


1, 22, 13
14, 4, 31
6
Motivasi belajar siswa berprestasi kurang
b. Merasa tidak senang dengan sekolah/gurunya dan bergabung dengan teman yang juga memiliki sikap negatif terhadap sekolah

ü  Membolos atau tidak mengikuti pelajaran karena tidak menyukai Guru atau mata pelajaranya
ü  Melanggar tata tertib sekolah
ü  Merasa kurang bersemangat, kurang tegas dan sering ribut di kelas
5, 26, 55, 67, 24, 73
54, 23, 25, 65, 32, 27, 69
13

c. Kurang termotivasi untuk belajar
·         Bersemangat untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi
·         Tidak menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru
30, 71, 28, 53

6, 56, 64
7
Motivasi belajar siswa berprestasi kurang
d. Tekun dalam mengahadapi tugas

·         Mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh
·         Tidak menunda-nunda menyelesaikan tugas
·         Mengumpulkan tugas tepat waktu

33, 7, 57, 8, 70
2,29,15,68,58
     10

e.  tampak gigih menghadapi kesulitan belajar

ü  Tidak mudah putus asa
ü  Berusaha mencari penyelesaian apabila mendapat kesulitan belajar

9,16,75,52,77
72,74,3,49
9
Variabel
Sub Variabel
Indikator
No item
Jumlah

+

Motivasi belajar siswa berprestasi kurang
f. Menunjukkan minat, perhatian dan konsentrasi di dalam belajar
o   Mempelajari materi sebelum disampaiakn guru
o   Memperhatikan saat guru menerangkan
o   Tidak mengantuk saat pelajaran berlangsung
o   Berkonsentrasi dalam belajar

10,43,34,18,
50,39,19,44
17,51,62,11,
42,76,38,79
16

g. Keinginan untuk mengungkapkan pendapat

·         Keinginan mengemukakan pendapat

·         Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dengan memperlihatkan sering bertanya tentang suatu hal

59,61,63,41
35,78,20,45
8
Motivasi belajar siswa berprestasi kurang
h. . Senang mencari dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan belajar
Ø  Suka mencari soal-soal sulit
Ø  Senang memecahkan soal-soal sulit
21,36, 66,37
60,47,40,46
8


Ø   










 Cara pengisian lembar jawaban ketentuan skor  adalah sebagai berikut :
      1).   Pengisian
             a).  Kerjakan pada lembar jawaban yang telah tersedia.
             b). Tulis, nama, nomor absen, umur dan kelas pada lembar jawaban.
       c). Beri tanda tanda silang (X) atau (√) pada pilihan jawaban yang sesuai dengan keadaan anda. Jawablah dengan sejujur-jujurnya
     2).   Ketentuan Skor
            Jawaban yang diberikan responden diberi skor sesuai dengan jawaban yang telah ditetapkan sebagaimana  digambarkan dalam tabel  berikut :
Tabel 3.6
Ketentuan Skor Angket  Motivasi Belajar Siswa Berprestasi Kurang (underachiever)
         Kategori
Skor (+)
Skor (-)
Selalu
4
1
Sering
3
2
Kadang-kadang
2
3
Tidak pernah
1
4

Tabel 3.7
Hasil Perhitungan Validitas Angket Motivasi Belajar Siswa Berprestasi Kurang (underachiever)
No Item Angket
Keterangan
1
0.051
0.361
Tidak Signifikan
2
0.536
0.361
Signifikan
3
0.367
0.361
Signifikan
4
0.259
0.361
Tidak Signifikan
No Item Angket
Keterangan
5
0.033
0.361
Tidak Signifikan
6
0.409
0.361
Signifikan
7
0.447
0.361
Signifikan
8
0.561
0.361
Signifikan
9
0.454
0.361
Signifikan
10
0.501
0.361
Signifikan
11
0.412
0.361
Signifikan
12
0.458
0.361
Signifikan
13
0.419
0.361
Signifikan
14
0.505
0.361
Signifikan
15
0.514
0.361
Signifikan
16
0.172
0.361
Tidak Signifikan
17
0.388
0.361
Signifikan
18
0.173
0.361
Tidak Signifikan
19
0.541
0.361
Signifikan
20
0.527
0.361
Signifikan
21
0.454
0.361
Signifikan
22
0.481
0.361
Signifikan
23
0.698
0.361
Signifikan
24
0.446
0.361
Signifikan
25
0.408
0.361
Signifikan
No Item Angket
Keterangan
26
0.172
0.361
Tidak Signifikan
27
0.183
0.361
Tidak Signifikan
28
0.621
0.361
Signifikan
29
0.465
0.361
Signifikan
30
0.582
0.361
Signifikan
32
0.188
0.361
Tidak Signifikan
33
0.5792
0.361
Signifikan
34
0.349
0.361
Tidak Signifikan
35
0.572
0.361
Signifikan
36
0.286
0.361
Tidak Signifikan
37
0.599
0.361
Signifikan
38
0.542
0.361
Signifikan
39
0.499
0.361
Signifikan
40
0.174
0.361
Tidak Signifikan
41
0.314
0.361
Tidak Signifikan
42
0.214
0.361
Tidak Signifikan
43
0.469
0.361
Signifikan
44
0.535
0.361
Signifikan
45
0.547
0.361
Signifikan
46
0.525
0.361
Signifikan
No Item Angket
Keterangan
47
0.117
0.361
Tidak Signifikan
48
0.437
0.361
Signifikan
49
0.325
0.361
Tidak Signifikan
50
0.582
0.361
Signifikan
51
0.587
0.361
Signifikan
52
0.608
0.361
Signifikan
53
0.551
0.361
Signifikan
54
0.067
0.361
Tidak Signifikan
55
0.496
0.361
Signifikan
56
0.213
0.361
Tidak Signifikan
57
0.387
0.361
Signifikan
58
0.642
0.361
Signifikan
59
0.493
0.361
Signifikan
60
0.535
0.361
Signifikan
61
0.514
0.361
Signifikan
62
0.591
0.361
Signifikan
63
0.436
0.361
Signifikan
64
0.606
0.361
Signifikan
65
0.292
0.361
Tidak Signifikan
66
0.411
0.361
Signifikan
67
0.496
0.361
Signifikan
No Item Angket
Keterangan
68
0.493
0.361
Signifikan
     
       Setelah angket diuji cobakan dan disebar kembali untuk kedua kalinya dengan jumlah item 50, langkah selanjutnya adalah menentukan kategori tingkat motivasi belajar siswa berprestasi kurang yang diambil dari data angket yang sudah valid dan data ini digunakan untuk menentukan subyek penelitian yang akan dikenai perlakuan konseling kelompok realita.
3.  Menghitung Skor motivasi belajar siswa berprestasi kurang
        Bagi setiap responden skor dengan jalan menjumlahkan skor  item, skor  keseluruhan merupakan skor dari kurangnya motivasi belajar siswa berprestasi kurang. Untuk  mengukur tingkat motivasi belajar siswa berprestasi kurang  menggunakan kategori yaitu motivasi belajar tinggi, motivasi belajar sedang, dan motivasi belajar rendah. Langkah-langkah untuk menentukan kategori tingkat motivasi belajar siswa berprestasi kurang adalah sebagai berikut :
       a).  Menghitung jumlah skoring pada masing-masing item.
       b). Menghitung mean dan SD terlebih dahulu dari jumlah skoring yang diperoleh dari pre test.
             Setelah angket diuji cobakan, selanjutnya menentukan kategori motivasi belajar siswa berprestasi kurang dengan ketentuan sebagai berikut :
1)      Kategori tingkat motivasi belajar tinggi: Mean score  + 1 SD ke atas
2)       Kategori tingkat motivasi belajar  sedang: Dari mean -1 SD sampai + 1 SD
3)      Kategori tingkat motivasi belajar rendah: Mean  -1 SD ke bawah
Tabel 3.8 Daftar Nama Hasil Mencari Mean dan Standar Deviasi
No
Nama
skor
M
X
X2
Kategori
1
M R
120
132.56
-12.56
157.7536
Sedang
2
REKNA DEBY
135
132.56
2.44
5.9536
Sedang
3
ABDUL ARIS
126
132.56
-6.56
43.0336
Sedang
4
RELA MERIANA
128
132.56
-4.56
20.7936
Sedang
5
RAFIDA KHUMAINI
158
132.56
25.44
647.1936
Tinggi
6
A KHOIRI
126
132.56
-6.56
43.0336
Sedang
7
IKA WIDIAN
154
132.56
21.44
459.6736
Tinggi
8
WINDA MOESA
146
132.56
13.44
180.6336
Tinggi
9
DYLLA F
143
132.56
10.44
108.9936
Sedang
10
SR
120
132.56
-12.56
157.7536
Rendah
11
AZIZAH MIZAN
139
132.56
6.44
41.4736
Sedang
12
DYAH AYU M
140
132.56
7.44
55.3536
Sedang
13
M.ILHAM F
123
132.56
-9.56
91.3936
Sedang
14
Deny Maharani A
126
132.56
-6.56
43.0336
Sedang
15
JALU KUNCORO
125
132.56
-7.56
57.1536
Sedang
16
FILLA LATHIFATUL
136
132.56
3.44
11.8336
Sedang
17
LASRI
127
132.56
-5.56
30.9136
Sedang
18
S P
120
132.56
-12.56
157.7536
Rendah
19
EVY KARUNIA
122
132.56
-10.56
111.5136
Sedang
20
ROSYDA YULIANA
141
132.56
8.44
71.2336
Sedang
21
IRAWATI 3
135
132.56
2.44
5.9536
Sedang
22
YUNITA WIDAYANTI
134
132.56
1.44
2.0736
Sedang
23
Y A
118
132.56
-14.56
211.9936
Rendah
24
PRAMITA PUJI
134
132.56
1.44
2.0736
Sedang
25
PUJIANA
137
132.56
4.44
19.7136
Sedang
26
INTANIA INDAH
141
132.56
8.44
71.2336
Sedang
27
HATA NIZAM
162
132.56
29.44
866.7136
Tinggi
28
R F
118
132.56
-14.56
211.9936
Rendah
29
A A
115
132.56
-17.56
308.3536
Rendah
30
FATKUL MUIN
124
132.56
-8.56
73.2736
Sedang
No
Nama
skor
M
X
X2
Kategori
31
M.IKHSANUL
134
132.56
1.44
2.0736
Sedang
32
SENI JUNI
130
132.56
-2.56
6.5536
Sedang
33
HARIYANTI
136
132.56
3.44
11.8336
Sedang
34
FAHZEN ROKHLI
131
132.56
-1.56
2.4336
Sedang
35
AGU RACHMAD
135
132.56
2.44
5.9536
Sedang

 Jumlah
4639


4298.696

      Berdasarkan tabel hasil perhitungan standar deviasi diatas, maka dapat diketahui bahwa :

1.        Mean
 

2.        Standar Deviasi
=
= 11,08


3.        Kurve normal
Kategori ini digunakan untuk menentukan tingkat motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever)  pada subyek dengan pembagian kategori tersebut adalah :
  1. Kategori tinggi            : mean skor + 1 SD ke atas
: 132,55+ 1 (11,08) = 143.63
  1. Kategori sedang          : mean skor – 1 SD sampai mean + 1 SD
: 132,55– 1 (11,08) sampai 132,55+ 1 (11,08)
: 121.47 sampai 143,63
  1. Kategori rendah          : mean skor – 1 SD ke bawah
: 132,55– 11,08= 121.47
Berdasarkan perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
Kategori motivasi belajar siswa prestasi kurang untuk tingkat tinggi = 144 keatas
Kategori motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever) untuk tingkat sedang  = 121 sampai 144
Kategori motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever) untuk tingkat rendah  = kurang dari 121


b.      Pedoman Wawancara
          Wawancara yang dilakukan adalah dengan memberikan lembar pertanyaan kepada siswa yang mengalami skor motivasi belajar tinggi. Setelah siswa mendapat perlakuan strategi desensitisasi sistematik, kemudian hasil jawaban dari siswa akan dihitung prosentase tiap itemnya.

E. Teknik Analisis Data
     Teknik analisis data merupakan satu langkah yang sangat penting dalam penelitian. Untuk menyimpulkan  hasil penelitian, maka data yang diperoleh terlebih dahulu harus dianalisis. Terdapat  dua metode dalam teknik analisis data yaitu analisis parametrik dan non parametrik.
Dalam penelitian ini yang diuji adalah perbedaan kondisi sebelum dan sesudah perlakuan maka uji statistik nonparametrik yang digunakan adalah uji tanda sebab sesuai dengan kegunaannya uji tanda menurut Djarwanto bahwa “uji tanda dapat dipergunakan untuk mengevaluasi efek dari suatu treatment tertentu.” Sedangkan menurut Seagel (1990: 84) bahwa uji tanda dapat digunakan untuk menetapkan uji pada dua kondisi yang berlainan
Dalam melaksanakan uji tanda, ringkasan prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.      Tentukan tanda selisih antara kedua anggota setiap pasangan, dalam hal ini menentukan selisih antara post test ( XA) dan pretest ( XB ).
2.      Tentukan harga N yaitu banyaknya pasangan yang selisihnya menunjukkan sautu tanda positif  (+) atau negatif (-).
3.      Mencari x atau banyaknya tanda yang lebih sedikit.
4.      Mencari harga ρ yaitu kemungkinan munculnya harga dibawah Ho yang diketahui dengan mencari angka titik temu dari x dan N pada tabel, dimana X adalah jumlah tanda lebih sedikit, dan N adalah jumlah subjek.
5.      Mengkonsultasikan harga ρ dengan arah penolakan α = 0,05 dengan ketentuan yang dihasilkan dari tes tanda lebih kecil daripada α maka Ho ditolak dan Ha diterima.



































2 komentar:

  1. Best Online Casino Sites [2021] - ChoGiocasino
    Online Casinos. Here are the best 온카지노 online casinos with the largest sign-up bonus and most recent bonuses: · 10-Year Casino 1xbet Deal – $10 in Free choegocasino Bets

    BalasHapus
  2. Casino Near Me | MapYRO
    Find the best casino 수원 출장마사지 near you and shop for your favorite games 강릉 출장안마 or entertainers. Play over 1200 slots and table 동해 출장샵 games for free. 제천 출장안마 No matter 강원도 출장안마 what genre,

    BalasHapus