BAB
I
PENDAHULUAN
Bagian
ini berisikan uraian tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, pentingnya masalah untuk
diteliti, definisi operasional, asumsi dan keterbatasan
A.
Latar belakang
Hasil prestasi yang sangat memuaskan merupakan harapan
dari semua siswa dan orang tua, namun tidak semua anak mencapai hasil belajar
yang memuaskan. Hal ini dapat diterima jika memang anak memiliki keterbatasan
dalam menyerap pelajaran dan gagal untuk berprestasi dengan baik. Akan tetapi,
hal ini menjadi masalah jika anak memiliki kecerdasan yang tinggi, tetapi
menunjukkan prestasi yang rendah. Prestasi belajar yang diperoleh siswa tentu
tidak lepas dari faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi siswa adalah
tingkat intelegensi (IQ). IQ memiliki korelasi sangat signifikan dengan
prestasi belajar. Barret dan Depinet (dalam Sunawan, 2003: 16) menjelaskan
bahwa anak yang lebih tinggi skor inteligensinya mendapatkan nilai akademis
yang lebih tinggi, lebih menikmati sekolah, lebih mampu mengikuti pelajaran,
dan dalam kehidupan selanjutnya cenderung mendapatkan keberhasilan. Oleh karena
itu siswa ber-IQ tinggi seharusnya mempunyai prestasi yang tinggi sesuai dengan
potensinya.
Pada kenyataannya tidak semua siswa yang memiliki IQ
tinggi memperoleh prestasi yang tinggi pula. Hal ini biasa dikenal dengan
istilah berprestasi kurang (underachiever). Berprestasi kurang
(underachiever) itu sendiri terjadi jika ada ketidaksesuaian antara
prestasi sekolah anak dan indeks potensi sebagaimana nyata dari tes
intelegensi, kreativitas, atau dari data observasi, di mana tingkat prestasi
sekolah lebih rendah daripada potensinya’ (Davis dan Rimm dalam Munandar, 2004:
239).
Munculnya siswa berprestasi kurang (underachiever) ternyata tidak lepas dari beberapa faktor
penyebab. Seperti yang diungkapkan oleh Hawadi (2004: 70) bahwa ’munculnya berprestasi
kurang (underachiever) biasanya
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sekolah, rumah, budaya dan pribadi’.
Menurut Clark (dalam Tol’ah 1992: 471) ada beberapa karakteristik yang
ditunjukkan
siswa berprestasi kurang (underachiever) , yaitu sebagai berikut:
1) Menunjukan prestasi yang berlawanan dengan harapan atau potensi yang
dimilikinya, 2) Merasa tidak senang dengan sekolah atau gurunya dan cenderung
bergabung dengan teman yang juga memiliki sikap negatif terhadap sekolah, 3)
Kurang termotivasi untuk belajar, tidak mengerjakan tugas, sering mengantuk
ketika belajar dan tidak tuntas dalam mengerjakan tugas, 4) Kurang mampu
melakukan penyesuaian intelektual, 5) Merasa kurang bersemangat, kurang tegas
dan sering ribut di kelas. 6) Memiliki disiplin yang rendah, sering telat
sekolah, enggan mengerjakan tugas, sering ribut, dan mudah terpengaruh, 7)Tidak
memiliki hobi atau minat terhadap kegiatan untuk mengisi waktu luang
Montgemery (Tarmidzi, 2008) menyatakan bahwa siswa yang
mencapai prestasi kurang (underachiever) tidak termotivasi belajar
disekolah sehingga meraih prestasi dibawah harapan dalam salah satu pelajaran,
sebagian atau keseluruhan.
Adanya fenomena berprestasi kurang (underachiever) sangat mengundang perhatian berbagai pihak
untuk segera mengatasinya, khususnya yang bergerak di bidang pendidikan. Jika
hal ini dibiarkan maka negara akan mengalami kerugian yang besar. Anak berbakat
yang seharusnya menjadi generasi unggul penerus bangsa justru akan menjadi
beban negara, karena mereka tumbuh menjadi manusia yang kurang produktif. Akan
tetapi jika permasalahan berprestasi kurang (underachiever) mendapat penanganan yang serius maka tidak dapat
dipungkiri kualitas sumber daya manusia akan semakin meningkat, sehingga bangsa
Indonesia akan tumbuh menjadi bangsa yang maju.
Dari uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk
mengetahui latar
belakang kurangnya motivasi belajar siswa berprestasi kurang
(underachiever). Dengan mengetahui
latar belakang tersebut akan dapat membantu memahami permasalahan siswa berprestasi
kurang (underachiever) . Pemahaman mendalam mengenai latar belakang kurangnya motivasi
belajar siswa berprestasi kurang (underachiever),
diharapkan dapat menjadi bekal untuk
merumuskan upaya penanganan yang efektif. Dikatakan efektif karena sebelum merencanakan
bantuan, konselor terlebih dahulu harus mengenal pihak yang akan dibantu yang memiliki
karakteristik tertentu sehingga tepat sasaran. Upaya bantuan tersebut juga
disesuaikan dengan penyebab permasalahannya. Yang terjadi saat ini banyak faktor
eksternal yang menyebabkan menurunnya motivasi belajar siswa terutama siswa berprestasi
kurang (underachiever) , faktor tersebut adalah kurang senang dengan
guru mata pelajaran, gaya belajar siswa yang tidak cocok dengan cara mengajar
guru, tidak ada sikap positif orang tua terhadap karier anak, orang tua terlalu
dominan dalam belajar anak, lingkungan sekolah tidak mendukung atau tidak
memberikan penghargaan terhadap keberhasilan akademik siswa dan kurikulum yang
tidak cocok dengan siswa
(Menurut jurnal Darminto 4:2004) .
Berdasarkan wawancara dengan 3 siswa SMA Negeri 3 Tuban pada tanggal 18 maret 2010
yang menurut
konselor sekolah mengalami berprestasi kurang (underachiever) menyatakan
bahwa penyebab rendahnya motivasi belajar siswa adalah akibat kesehatan yang
terganggu, pengaruh negatif dari teman untuk tidak mengerjakan tugas, cara
mengajar guru yang kurang dapat dipahami, dan fasilitas sekolah yang kurang
mendukung, yang tentu
saja hal ini dapat mengganggu efektivitas belajar siswa.
Melihat fenomena tersebut dan berlatar belakang dari
pendapat Runikasari (2008) dan Coyle (dalam Tarmidzi, 2008) yang mengatakan
motivasi belajar siswa yang mencapai prestasi kurang perlu ditingkatkan agar
prestasi yang dicapai sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka peneliti
tertarik untuk meneliti apakah yang melatar belakangi
menurunnya motivasi belajar siswa yang
mengalami gejala berprestasi kurang (underachiever), serta
memberikan suatu alternatif penyelesaian terhadap permasalahan tersebut. Dengan begitu siswa
berprestasi kurang (underachiever) mampu meningkatkan motivasi
belajarnya.
Salah satu cara yang digunakan oleh konselor didalam
menyelesaikan masalah anak yang mengalami berprestasi kurang (underachiever) tersebut yaitu dengan konseling kelompok realita, konseling kelompok realita dipandang potensial untuk membantu
meningkatkan motivasi belajar siswa yang melatar belakangi masalah berprestasi
kurang (underachiever). Menurut Gustian (2002), siswa-siswa yang
mengalami berprestasi kurang (underachiever) tidak mungkin dapat
mengatasi permasalahannya sendiri, sehingga siswa tersebut memerlukan bantuan
dari orang-orang disekitarnya, terutama orangtua dan guru.
Menyikapi hal tersebut salah
satu bentuk perlakuan yang diterapkan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa
terutama siswa berprestasi kurang (underachiever) adalah konseling
kelompok realita. Butler Por (1987) mengatakan bahwa konseling kelompok dapat
menjadi salah satu strategi penanganan yang dapat diterapkan pada siswa yang
mencapai prestasi kurang (underachiever), karena didalam kelompok
tersebut membahas dan mengentaskan masalah belajar yang dimiliki. Menurut
Gunarsa (1980) konseling kelompok
realita dilaksanakan sebagai alternatif bantuan karena setiap
anggota kelompok dapat belajar berpikir dan bertanggung jawab, serta
keberhasilan dalam memecahkan masalah akan menyokong harga diri setiap anggota. Didalam konseling kelompok realita
membantu siswa untuk dapat bertanggung jawab atas semua tindakan yang mereka
lakukan. Glasser (dalam Corey, 2003) menyatakan bahawa konseling kelompok
realita membantu para konseli dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar
psikologisnya yang mencakup kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta
kebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna baik bagi diri kita sendiri maupun
orang lain. Disamping itu Latipun (2001:129) berpendapat bahwa konseling
kelompok realita adalah pendekatan yang didasarkan pada anggapan tentang adanya
satu kebutuhan psikologis pada seluruh kehidupanya, kebutuhan identitas diri
yaitu kebutuhan untuk merasa unik, terpisah dan berbeda dengan orang lain. Hal
tersebut berkaitan dengan masalah siswa berprestasi kurang yang mengalami
kurang motivasi belajar,
yang beberapa faktor penyebab kurang motivasi belajar adalah kurang senang
dengan guru, kurang mampu menyesuaikan intelektual yaitu adanya ketidaksesuaian
antara potensi yang dimiliki dengan capaian prestasi yang seharusnya dicapai,
serta kurang mengenal akan potensi yang dimilikinya sehingga
cenderung akan mengalami siswa berprestasi kurang (underachiever) Clark
(dalam Semiawan 1992:471). Konseling kelompok realita juga dikatakan
mampu mengatasi siswa berprestasi kurang (Underachiever) dengan
karakteristik siswa yang menurut Runikasiari (2008) mengatakan bahwa berprestasi
kurang (underachiever) juga mengalami konsep diri yang tidak realistis,
kadang-kadang merasa sebagai anak yang gagal atau tidak berguna, menghindari
komunikasi, tidak memiliki tokoh identitas, tidak memiliki teman dekat serta
tidak berdaya/menunggu diajak orang.
Fungsi dari konseling
kelompok adalah fungsi kuratif atau penyembuhan sehingga diharapkan siswa yang
mengalami berprestasi kurang dan tidak termotivasi belajarnya dapat merubah
perilakunya yang salah.
Didalam
hal ini penelit memilih konseling kelompok realita. Didalam konseling kelompok
realita terdapat fungsi terapi yang
dapat diwujudkan dalam kelompok kecil melalui
pertukaran-pertukaran masalah pribadi antara
anggota kelompok. Selain itu kelompok
konseli juga dapat memanfaatkan interaksi-interaksi yang terjadi untuk
meningkatkan pemahaman dan penerimaan nilai-nilai serta tujuan untuk belajar
bersikap dan berperilaku yang baik,
dan bersama-sama mencari pemecahan
terbaik didalam menangani
permasalahannya
Berdasarkan uraian tersebut, maka timbul gagasan untuk mengadakan
penelitian tentang konseling kelompok realita untuk membantu meningkatkan
motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever) di SMA Negeri
3 Tuban. Berdasar hasil wawancara yang sudah dilakukan
konslor sekolah SMA
Negeri 3 Tuban, diperoleh data bahwa siswa berprestasi kurang
sangat menjadi masalah yang harus segera ditangani. Penelitian ini berfokus
pada keinginan penulis untuk meneliti motivasi belajar yang kurang yang melatar
belakangi terjadinya siswa berprestasi kurang, sehingga penulis mencoba
memberikan perlakuan yaitu konseling kelompok realita untuk meningkatkan
motivasi siswa dalam belajar, sehingga masalah berprestasi kurang dapat diatasi
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
yang diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah secara umum
adalah “Apakah penerapan konseling kelompok realita mampu meningkatkan motivasi
belajar siswa yang melatar belakangi
terjadinya siswa berprestasi kurang ?”
Rumusan masalah secara khusus
adalah “Apakah terdapat perbedaan tingkat motivasi belajar siswa antara sebelum
dan sesudah pemberian perlakuan konseling kelompok realita?”
C.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan yang
ingin dicapai
dari penelitian ini adalah apakah
konseling kelompok realita dapat
membantu meningkatkan motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever)
D.
Pentingnya Masalah
untuk Diteliti
Menurut penulis masalah
ini penting untuk diteliti karena mempunyai beberapa manfaat, sebagai berikut
1. Manfaat bagi penulis
Mendapat
pemahaman tentang keefektifan konseling kelompok
realita untuk meningkatkan motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever)
serta menjadi bekal ilmu ketika menjadi konselor sekolah dan menangani
permasalahan yang sama
2. Manfaat bagi siswa
Dapat bermanfaat bagi siswa yang mengalami berprestasi kurang
(underachiever) sehingga mampu
menyelesaikan masalahnya dengan penanganan yang sesuai dan tepat. Melalui hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan upaya pencegahan agar siswa tidak
mengalami berprestasi kurang (underachiever) .
3. Manfaat bagi sekolah dan guru pembimbing
Peneliti
dapat membantu sekolah dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling pada
siswa, konselor sekolah juga dapat memberikan bantuan siswa yang mengalami
masalah tentang kurangnya motivasi belajar siswa berprestasi kurang
(underachiever)
4. Manfaat bagi peneliti lain
Hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai wacana dan acuan bagi peneliti lain
untuk meneliti hal yang sama dalam menyempurnakan hasil penelitian.
E.
Definisi, Asumsi dan
Keterbatasan
Untuk menghindari kesalahan dalam
penafsiran maka dipaparkan beberapa definisi istilah dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Konseling
kelompok realita
Konseling
kelompok realita adalah suatu bentuk konseling kelompok yang menekankan pada 3R yaitu right(kebenaran), reality(kenyataan) and responsibility(tanggung jawab), right atau kebenaran adalah dimana
konseli mempertimbangkan dan menilai perilaku yang selama ini ia lakukan yang
menimbulkan masalah baginya, benar atau salah, dan menguntungkan atau merugikan
perilaku tersebut, reality yaitu
konseli melihat saat inilah konseli harus merubah perilaku yang menurutnya
salah, permasalahan yang benar-benar saat ini konseli rasakan sangat
mengganggu, resposibility atau
tanggung jawab dalam konseling realita ini, konseli ditekankan untuk menyadari
dan melaksanakan akan tanggung jawab yang konseli emban, kebanyakan perilaku
yang dialami adalah perilaku yang tidak bertanggung jawab, oleh karena itu
konselor membantu menyelesaikan masalah konseli menggunakan penanaman tanggung
jawab pribadi, dengan maksud bagaimana seharusnya konseli bertindak,
berperilaku agar dan membahagiakan orang lain, menguntungkan diri sendiri dan
tidak merugikan orang lain. Konseling realita ini menggunakan
delapan tahapan dalam konseling realita, yang disistematika menjadi 5 poin
(dalam Nursalim&Hariastuti, 2007). 1) Keterlibatan dan penstrukturan
kelompok 2) eksplorasi data : perilaku konseli sekarang (apa yang dilakukan
klein akhir-akhir ini sehingga menimbulkan masalah) 3) pertimbangan nilai atau
evaluasi terhadap baik-buruk, untung-rugi perilaku sekarang 4) rencana
pengembangan perilaku baru dan pelaksanaanya 5) evaluasi pelaksanaan dan tindak
lanjut, yang gagal tidak boleh dimaafkan namun juga tidak boleh diberi hukuman
b. Siswa
berprestasi kurang (underachiever)
Davis dan Rimm dalam Munandar (2004: 23 dijelaskan bahwa
yang dimaksud siswa berprestasi kurang (underachiever) atau berprestasi
di bawah kemampuan adalah jika ada ketidaksesuaian antara prestasi sekolah dan
indeks kemampuannya sebagaimana nyata dari tes intelegensi, prestasi atau
kreativitas, atau dari data observasi, di mana prestasi sekolah nyata lebih
rendah daripada tingkat kemampuan. Sebagai contoh siswa yang mempunyai tingkat
IQ 120, ternyata nilai yang diperoleh hanya 80. Siswa tersebut dikategorikan (underachiever )
karena prestasi belajarnya di bawah standar nilai yang harusnya ia peroleh.
Sehingga berdasarkan uraian tersebut definisi istilah dari siswa berprestasi
kurang (underachiever) adalah siswa yang memperoleh prestasi di
bawah standar nilai yang seharusnya dapat diperoleh berdasarkan tingkat IQ
tertentu. Sebagai contoh siswa yang mempunyai tingkat IQ 105, ternyata
nilai yang diperoleh hanya < 90.
Siswa tersebut dikategorikan berprestasi kurang (underachiever) karena prestasi belajarnya di bawah standar
nilai.
c. Motivasi
belajar
Motivasi belajar Menurut Winkel (1989 : 92)
mendefinisikan motivasi belajar sebagai “ keseluruhan daya penggerak yang
memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan belajar”.
Sehingga definisi istilah
motivasi belajar adalah dorongan yang membuat seseorang untuk melakukan
kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki siswa dapat tercapai.
b.
Asumsi
Berdasarkan
judul yaitu konseling kelompok realita untuk meningkatkan motivasi belajar
siswa berprestasi kurang (underachiever)
di SMA N 3 Tuban, maka penulis berasumsi :
1.
Beberapa siswa
mengalami kurang motivasi belajar yang merupakan salah satu Faktor
penyebab berprestasi kurang (underachiever)
2.
Setiap siswa mampu
melaksanakan konseling kelompok realita
3.
Jawaban dari responden
mencerminkan keadaan dirinya yang sebenarnya, meskipun berbeda seorang siswa
dengan siswa yang lain
4.
Responden memahami
pertanyaan-pertanyaan dalam angket, meskipun tingkat pemahamannya berbeda.
5.
Peneliti mampu
melaksanakan konseling kelompok realita
dengan baik dan benar / profesional
c.
Keterbatasan
Untuk
menghindari kesalah pahaman dan agar tercapai pengertian yang sama, maka
penulis membatasi penelitian. Batasan-batasan itu antara lain :
1.
Penelitian ini hanya
meneliti apakah konseling kelompok
realita ini mampu meningkatkan motivasi belajar siswa berprestasi kurang
(underachiever)
2.
Penelitian ini hanya
dilakukan pada siswa yang menjadi sampel dan mengalami permasalahan kurang
motivasi belajar yang merupakan salah satu Faktor penyebab berprestasi kurang
(underachiever)
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Siswa berprestasi kurang (underachiever)
1.
Pengertian siswa berprestasi kurang (underachiever)
Menurut C. Burlingh Wellington dan Jean Wellington (dalam
suradi, 1994: 29,), siswa berprestasi kurang (underachiever) adalah
keadaan seseorang atau siswa yang memiliki tingkat potensi intelektual yang
tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah” .
sedangkan menurut Davis dan Rimm (dalam Munandar, 1999:139),
Siswa berprestasi
kurang (underachiever) ialah jika
ada ketidak sesuaian antara prestasi sekolah anak dan indeks kemampuannya
sebagaimana nyata dari tes imtelegensi, prestasi atau kreativitas, atau dari
data observasi, di mana tingkat prestasi sekolah nyata lebih rendah daripada
tingkat kemampuannya
Butler Por (1987) menyatakan besarnya perstasi yang
diharapkan merupakan suatu nilai yang dihitung berdasarkan persamaan regresi (linier)
antara angka prestasi aktual dengan angka kecerdasan (IQ)
Selanjutnya Monks dkk (dalam Djamarah 2002:103), “siswa berprestasi
kurang (underachiever) menunjukkan pada seseorang yang memperoleh
prestasi dibawah kemampuan intelektual (intelegensi) yang ia miliki”. Selain
itu Yusuf (2007) menyebutkan siswa berprestasi kurang (underachiever) sebagai
siswa yang berprestasi kurang yaitu siswa yang tidak mampu mencapai hasil
belajar sesuai potensinya.
Ramadhan (2008) mengemukakan bahwa siswa berprestasi kurang
(underachiever) adalah anak (siswa) berprestasi rendah dibandingkan
tingkat kecerdasan yang dimilikinya. Sementara itu, Prayitno dan Amti
(Ramadhan, 2008) menyebutkan bahwa siswa berprestasi kurang (underachiever)
identik dengan keterlambatan akademik yang berarti bahwa keadaan siswa yang
diperkirakan memiliki tingkat intelegensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat
memanfaatkannya secara optimal, sehingga prestasi akademik yang diraih di bawah
kemampuan yang dimilikinya.
Siswa berprestasi kurang (underachiever) adalah
anak dan khsusunya siswa yang gagal meraih prestasi sesuai dengan potensi yang
dimilikinya serta apa yang diharapkan oleh orang-orang di sekitarnya (Admin,
2007). Reis & McMoach (Tarmidi, 2008) mengemukakan bahwa siswa berprestasi
kurang (underachiever) merupakan kesenjangan akut antara potensi
prestasi (expected achievement) dan prestasi yang diraih (actual
achievement). Robinson (Tarmidi, 2008) mengemukakan bahwa untuk dapat
diklasifikasikan sebagai siswa berprestasi kurang (underachiever)
kesenjangan antara potensi dan prestasi tersebut bukan merupakan hasil diagnosa
kesulitan belajar (learning disability) dan terjadi secara menetap pada
anak (siswa) dalam periode yang panjang.
Runikasari (2009) menyebutkan bahwa siswa berprestasi kurang (underachiever) merupakan anak atau siswa yang memilki potensi tinggi tetapi prestasi yang mereka tampilkan berada dibawah potensi yang dimiliki. Secara operasional, siswa berprestasi kurang (underachiever) dapat didefinisikan sebagai kesenjangan antara skor tes inteligensi dan hasil yang diperoleh siswa di sekolah (Peters & VanBoxtel, dalam Tarmidi, 2008).
Runikasari (2009) menyebutkan bahwa siswa berprestasi kurang (underachiever) merupakan anak atau siswa yang memilki potensi tinggi tetapi prestasi yang mereka tampilkan berada dibawah potensi yang dimiliki. Secara operasional, siswa berprestasi kurang (underachiever) dapat didefinisikan sebagai kesenjangan antara skor tes inteligensi dan hasil yang diperoleh siswa di sekolah (Peters & VanBoxtel, dalam Tarmidi, 2008).
Siswa berprestasi kurang (underachiever) merupakan
anak yang pada dasarnya memiliki potensi yang tinggi untuk meraih prestasi
gemilang (anak cerdas). Anak cerdas cenderung menjadi anak yang nakal jika
berada di kelas yang dianggapnya tidak memberikan tantangan. Dia akan mempunyai
banyak waktu untuk memikirkan hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan
pelajaran untuk menghilangkan perasaan bosan yang dialami di dalam kelas
(Redaksi, 2008).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa berprestasi kurang
(underachiever) adalah siswa yang
memperoleh prestasi di bawah standar nilai yang seharusnya dapat diperoleh
berdasarkan tingkat IQ tertentu.
Dalam menentukan siswa yang mengalami berprestasi kurang
(undertachiever) kita tidak lepas melihat tingkat intelegensi siswa
pengklasifikasian IQ dalam penelitian ini berdasarkan pada tes intelegensi ”Wechsler
Intelligence Scale for Children” yang sering dikenal tes intelegensi WISC.
Tes intelegensi ini merupakan perkembangan dari tes integensi ”Wechsler
Bellevue Intelligence Scale yang diciptakan David Wechsler pada tahun 1939.
Distribusi IQ yang gunakan dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Distribusi IQ
IQ
|
KLASIFIKASI
|
> 130
|
Sangat Superior
|
120 – 129
|
Superior
|
105 –
119
|
Rata-rata Tinggi
|
90 – 104
|
Rata-rata
|
80 – 89
|
Rata-rata Rendah
|
70 – 79
|
Batas Lemah Mental
|
≤ 69
|
Lemah Mental
|
Sumber: Walgito, 1992: 152
2. Faktor penyebab siswa mengalami berprestasi
kurang (underachiever)
Darminto dalam jurnal
penelitian mengatakan bahwa konsep diri akademik dipandang sebagai Faktor
kepribadian yang memainkan peran penting dalam mendorong realisasi potensi dan
capaian prestasi.
Menurut
Butler-Por (dalam jurnal Eko darminto
2004) mengatakan bahwa jika anak
memperoleh respon-respon negative dari orang lain (significant other)
mereka akan membentuk konsep diri rendah (low self-concept)
Kurangnya motivasi
berprestasi juga diakui oleh Butler-Por (dalam jurnal Eko Darminto 2004) sebagai Faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya siswa berprestasi kurang. Anak yang kurang memiliki motivasi
berprestasi cenderung menarik diri dan enggan untuk mengikuti/ menyelasaikan
tugas-tugas belajar dengan serius
Menurur Munandar
(1999), Faktor penyebab siswa berprestasi kurang (underachiever)
dibedakan menjadi dua latar belakang keluarga dan latar belakang keluarga dan
latar belakang sekolah, sedangkan menurut Yusuf (2007), menyatakan tiga Faktor
sebagai penyebab siswa berprestasi kurang (underachiever) yaitu ketidak
seimbangan laju perkembangan, kesehatan mental dan Faktor lingkungan.
Butler Por menyatakan bahwa karakter individu menjadi
salah satu aspek menjadi pemicu timbulnya berprestasi kurang. Kelima karakter
tersebut adalah konsep diri, motivasi belajar, kebutuhan untuk berprestasi dan
takut akan kegagalan, kebutuhan untuk bersosialisasi serta takut akan
keberhasilan
Seperti yang diungkap Semiawan(2004) (www.smp.alkausar.org) bahwa Faktor-Faktor
penyebab siswa berprestasi kurang (underachiever) yang berasal dari sisi
fisik misalnya anak mengalami sakit, ada gangguan pendengaran, gangguan
penglihatan, atau ada cacat fisik”. Hal-hal
tersebut sangat mungkin menganggu proses belajar anak sehingga prestasinya
tidak bisa menggambarkan kemampuannya.
Munandar (2002: 343) menyebutkan ada beberapa kondisi
keluarga yang dapat mengakibatkan anaknya menjadi siswa berprestasi
kurang (underachiever) diataranya,
keluarga terpecah (perceraian atau kematian), perlindungan berlebih dari orang
tua, sikap otoriter, sikap membiarkan atau membolehkan secara berlebih, dan
ketidakajegan sikap orang tua . Montgemery (Tarmidzi, 2008)
menyatakan bahwa siswa yang mencapai prestasi kurang (underachiever) tidak
termotivasi belajar disekolah sehingga meraih prestasi dibawah harapan dalam
salah satu pelajaran, sebagian atau keseluruhan.
Dari
beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Faktor penyebab siswa berprestasi kurang (underachiever)
adalah motivasi belajar yang kurang, Faktor sosial atau lingkungan, finansial
(sosio-ekonomi) keluarga, fisik dan mental serta emosional
3.
Ciri-ciri siswa berprestasi kurang (underachiever)
menurut Semiawan (1997) menjelaskan bahwa siswa siswa berprestasi kurang (underachiever)
memperlihatkan ciri-ciri sebagai
berikut :
a.
Sikap tidak matang secara sosial
b.
Sikap negatif terhadap pekerjaan sekolah sehingga
memiliki kebiasaan belajar yang kurang baik
c.
Kecenderungan menyalahkan orang lain dan berperilaku
agresif
d.
Rasa harga rendah diri yang menghasilkan perilaku tidak
produktif dan bahkan menjurus pada “ belajar ketergantuangan orang lain”
Menurut Darminto
(2004) Siswa berprestasi kurang, cenderung memperlihatkan konsep diri akdemik
rendah menyalahkan orang lain atau nasib buruk bagi kegagalannya, tidak
menetapkan tujuan secara realistis, dan kurang memilki disioplin, anak tersebut
seringkali memperlihatkan citra diri rendah, menyembunyikan kemampuannya yang
sebenarnya dan akhirnya menjadi siswa CPK di sekolah.
B.
Pengertian
konseling kelompok realita
- Pengertian konseling kelompok relita
Menurut George dan Cristiani (dalam Darminto, 2006:7)
mengungkapkan bahwa terapi realitas adalah salah satu pendekatan teoritik dalam
konseling yang diklasifikasikan kedalam perspektif perilaku (behavioral
theory), yang khususnya berakar pada pendekatan pengkondisian operan. Pada
konseling realita memusatkan perhatian pada perilaku sekarang dan mengabadikan
masa lampau
Sedangkan menurut Gazda (dalam Latipun, 2001:147)
“group counseling is a dynamic interpersonal process focusing on conscious
thought and behavior and involving the therapy function of permissiveness,
orientation to reality, chatharsis, and mutual trust, caring, underastanding
and support.”
Dari pengertian tersebut konseling kelompok adalah suatu
proses interpersonal yang dinamis yang memusatkan pada kesadaran berpikir dan
tingkah laku, serta melibatkan fungsi-fungsi terapi permisif, berorientasi pada
kenyataan, katarsis, saling percaya mempercayai, perhatian, mengerti dan
dukungan.
Latipun (2001:129)
juga menyebutkan bahwa konseling realitas adalah pendekatan yang
berdasarkan pada anggapan tentang adanya satu kebutuhan psikologis pada seluruh
kehidupannya. Kebutuhan akan identitas diri, yaitu kebutuhan untuk merasa unik,
terpisah dan berbeda dengan orang lain
Menurut Corey (2003:263) konseling realitas difokuskan
pada tingkah laku sekarang dan merupakan bentuk modifikasi perilaku. Hal ini
berfungsi agar konseli mampu membantu dirinya dalam menghadapi kenyatan dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan diri sendiri ataupun orang
lain serta berani memikul tanggung jawab atas semua tingkah lakunya
Sehingga yang dimaksud dengan konseling kelompok realita
adalah suatu pendekatan atau proses rasional yang difokuskan pada perilaku
individu sekarang serta mengabaikan masa lampau untuk menghadapi kenyataan
untuk memenuhi kebutuhan psikologisnyadi kehidupannya tanpa merugikan diri
sendiri dan orang lain
- Konsep Utama Konseling Realita
Menurut Glasser (dalam Suwandi (1991) mengatakan bahwa manusia pada hakekatnya
adalah :
1)
Manusia adalah makhluk rasional
Manusia merupakan makhluk yang tingkah lakunya dipengaruhi oleh rasionala
atau pola pikir tertentu, segala tindakan/tingkah lakunya berawal dari
pola-pola pikirnya
2)
Manusia memiliki potensi dan dorongan untuk belajar dan
tumbuh (growth force)
Hal ini dimaksudkan bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya memiliki
potensi dan kekuatan-kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk untuk proses
belajar serta mampu mengambil keputusan bagi diri sendiri dengan memnaYAatkan
segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya
3)
Manusia memiliki kebutuhan dasar
Glasser memusatkan perhatian pada kebutuhan psikologis dasar yang penting
yaitu kebutuhan cinta, mencintai, dan kebutuhan akan keberhargaan diri atau
merasa dirinya berharga dan berguna
4)
Manusia memerlukan
berhubungan dengan orang lain
Dalam pemenuhan kebutuhan psikologis tersebut manusia hakikatnya juga
membutuhkan orang lain untuk berkomunikasi atau berinteraksi sehingga manusia dapat
mencapai apa yang ia inginkan
5)
Manusia memiliki motivasi dasar untuk mendapatkan
identitas diri yang sukses
Glasser menggabungkan kebutuhan dasardengan motivasi dasar untuk
mendapatkan identitas diri.identitas diri terbagi dua yaitu identitas gagal dan
identitas sukses. Identitas sukses mengacu pada individu yang melihat dirinya sebagai orang yang
berkemampuan, cakap dan berguna serta memiliki kekuatan untuk mengelola
lingkungan. Sedangkan identitas gagal yaitu ketidakmampuan individu dalam
mengembangkan kemampuan personal dengan orang lain, dan tidak dapat
bertanggungjawab, merasa dirinya tidak berdaya dan tidak berharga
6)
Manusia selalu menilai tingkah lakunya
Dalam bertindak atau bertingkah laku manusia akan melakukan penilaian
terhadap dirinya, penilaian yang bersifat positif akan mengarah pada perasaan
berguna sedangkan penilaian yang bersifat negatif akan mengarah pada perasaan
gagal.
7)
Manusia dalam memenuhi kebutuhannya terikat pada responsibility,
realy dan righ
Responsibility merupakan tanggung jawab atas perilakunya.
Reality adalah perilaku yang nampak sekarang adalah bagian dari realitas dimana
suatu fenomena dapat diamati, sedangkan right yakni manusia bertingkah laku
sesuai dengan keputusan nilai berupa nilai baik buruk, benar salah.
- Tujuan dan Manfaat Konseling Kelompok Realita
Darminto (2006:13) mengatakan bahwa tujauan konseling
realita secara umum adalah untuk membantu konseli memecahkan masalahnya dan
mengembangkan identitas berhasil dengan cara mendorong perilaku yang realistis
dan bertanggung jawab.
Menurut Latipun (2001:129) adalah tujuan konseling
realita sama dengan tujuan hidup, yaitu individu untuk mencapai kehidupan
dengan success identity. Untuk itu konseli harus bertanggung jawab,
yaitu memiliki kemampuan mencapai kepuasan terhadap kebutuhan personilnya.
Lebih lanjut Glasser (dalam Corey, 2003) mengemukakan
bahwa tujuan konseling realita adalah membantu individu untuk mencapai
kematangan yang diperlukan individu untuk mengganti dukungan lingkungan dengan
dukungan internal. Glasser juga mengatakan (dalam Corey, 2003) konseling
kelompok realita bertujuan untuk mampu bertanggungjawab atas dirinya sendiri
serta mengembangkan rencana-rencana yang bertanggung jawab dan realistis guna
mencapai tujuan.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa tujuan konseling kelompok realita adalah untuk memecahkan masalah konseli
dengan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang ada dalam dirinya, dan mampu
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri agar mencapai individu yang berhasil
atau identity success
- Tahap-tahap konseling kelompok realita
Menurt Glesser ada delapan tahapan dalam melaksanakan
konseling kelompok realita, yang disistematikan menjadi lima tahapan oleh
Nursalim,(dalam Nursalim & Hariastuti 2007)
1)
Keterlibatan dan penstrukturan kelompok
Konseli datang untuk konseling pada dasarnya karena gagal
terlibat dengan orang lain. Oleh karena itu hal pertama yang perlu dilakukan
adalah menunjukkan kepda konseli bahwa ia terlibat dalam tingkat yang
mengandung arti dengan konselor dan anggota kelompok. Melalui
keterlibatanhubungan emosional, yang kuat antara konselor dan konseli serta
antar konseli dapat tercipta, selain itu keterbukaan, kehangatan, keakraban dan
hubungan bersifat emosional dan intim perlu diciptakan sehingga akan
menimbulkan kepercayaan diri dari anggota kepada konselor dan konselor
menerangkan lebih jelas tentang apa makna dan tujuan konseling kelompok beserta
norma-norma yang perlu disepakati bersama, menjelaskan betapa pentingnya
menyelesaikan masalah secara bersama-sama serta menjelaskan hal apa yang bisa
dicapai dari kegiatan ini
2)
Eksplorasi data; perilaku konseli sekarang (apa yang
dilakukan konseli akhir-akhir ini sehingga menimbulkan masalah)
Tahap kedua ini menekankan pada kesadaran konseli agar
dapat lebih menyadari apa yang mereka perbuat, atau menyadari perilakunya,
terkait dengan pemusatan perilaku yang dimaksud adalah pemusatan pada
kekiniannya perilaku saat ini, peristiwa yang terjadi sekarang dalam kehidupan konseli,
ini merupakan alat untuk menemukan kekuatan dan kelemahan konseli. Konseling
ini tidak mendiskusikan masa lalu konseli, kalaupun masalalu konseli perlu
dihadirkan, pembahasannya dikaitkan dengan situasi sekarang
3)
Pertimbangan nilai atau evaluasi terhadap baik-buruk,
untung-rugi perilaku yang sekarang
Konseli perlu diajak menilai dan membuat keputusan atas
perilakunya, setelah dilakukan pembahasan perilaku konseli yang sekarang,
konselor mengajak konseli untuk mengevaluasi perilaku mereka, bertanggung jawab
atau tidak, perilaku mereka merugikan diri sendiri dan orang lain atau tidak,
disini konselor tidak membuat keputusan nilai bagi konseli, namun konselor
tidak juga dapat menerima perilaku yang tidak bertanggung jawab. Keputusan
nilai harus dibuat konseli. Meskipun tidak tertutup kemungkinan bagi konselor
untuk menunjukkan pilihan. Prinsip tidak ada maaf bagi perilaku yang tidak
bertanggung jawab harus tetap dipegang oleh konselor. Jika konseli tetap
bertahjan dengan mengatakan perilakunya baik, konselor tidak perlu membantahnya
lagi. Hanya konselilah yang berhak dan dapat membuat keputusan nilai atas
dirinya
4)
Rencana pengembangan perilaku baru dan pelaksanaanya
Setelah konseli memberikan penilaian dan membuat keputusan
atas perilakunya yang tidak bertanggung jawab konselor membantu mereka membuat
perencanaan untuk mengubah perilakunya yang bertanggung jawab. Perencanaan
dimulai dengan memantapkan pencapaian tujuan jangka pendek sebagai dasar
pencapaian jangka panjang. Perencanaan harus dibuat secara spesifik, kongkrit
dan hasilnya dapat diukur. Pada dasarnya rencana yang dibuat bersifat fleksibel
dan terbuka bagi adanya modifikasi. Apabila konseli gagal melaksanakan rencana
memang bisa sajadiadakan perubahan, namun sebelum itu konselor perlu memberi
dorongan dan semangat agar konseli mampu mewujudkannya, mungkin dengan mencoba
sekali lagi sebelum dilaksanakan alternatif yang lain. Tahap selanjutnya adalah
tahap komitmen dimana konselor meminta konseli untuk mengikat janji guna
melaksanakan rencana, komitmen ini sebaiknya tertulis dan ditandatangani konseli
5)
Evaluasi pelaksanaan dan tindak lanjut, yang gagal tidak
boleh dimaafkan namun juga tidak boleh diberi hukuman
Bagi konselor orientasi konseling kelompok realita bukan
menanyakan penyebab kegagalan konseli melaksanakan rencananyajika terjadi
kegagalan konselor tetap menolakuntuk menerimanya dan konselor tidak memaafkan
perilaku yang tidak bertanggung jawab. Bukan menanyakan mengapa kamu gagal,
melainkan bagaimana kamu harus mewujudkan apa yang kamu inginkan sekarang,
sebagai gantinya konselor lebih peduli untuk membantu konseli membuat komitmen
rencana yang lain, mungkin modifikasi rencana semula. Menghilangkan hukuman
sama pentingnya dengan tidak memberi maaf. Disini konselor hanya berusaha
mengajarkan kepada konseli bahwa konsekuensi alamiah selalu ada akan menimpanya
bukan dengan hukuman terhadapnyaseperti memperolah nilai buruk jika tidak mau
belajar,
- Teknik dalam konseling kelompok realita
Glasser
(dalam Corey, 2003) menguraikan teknik-teknik yang dipakai dalam konseling
realita adalah sebagai berikut:
1)
Terlibat dalam permaianan peran konseli
2)
Menggunakan humor
3)
Mengkonfrontasi konseli dan menolak dalah apapun
4)
Membantu konseli dalam merumuskan rencana-rencana yang
spesifik bagi tindakan
5)
Bertindak sebagai model guru, memasang batas-batas dan
menyusun situasi terapi
6)
Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang
layak untuk mengkonfrontasi konseli dengan tingkah lakunya yang tidak realistis
7)
Melibatkan diri dengan konseli dalam upayanya mencari
kehidupan yang lebih efektif
C.
Pengertian motivasi belajar
1.
Motivasi belajar
Berbicara motivasi tidak terlepas dari kata motif. Secara
morfologi, kamus besar bahasa indonesia memberikan pengertian motif dan
motivasi sebagai berikut: motif adalah kata benda yang artinya pendorong,
sedangkan motivasi adalah kata kerja yang artinya mendorong. Jadi mo tivasi adalah sebuah tindakan untuk mendorong
/ memberikan dorongan yang dilakukan oleh individu
Menurut Winkel (1989 : 92) mendefinisikan motivasi
belajar sebagai “ keseluruhan daya penggerak yang memberikan arah pada kegiatan
belajar itu demi mencapai tujuan belajar”.
Sedangkan menurut Nasution yang dikutip oleh Syaiful
(2002 : 166) motivasi belajar adalah kondisi psikologis seseorang untuk
belajar”
Menurut Sardirman
(2001:73), motivasi belajar adalah “ keseluruhan daya penggerak di dalam
diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada
kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu
dapat tercapai” . dikatakan juga oleh Sardiman bahwa “ motivasi belajar
merupakan Faktor psikis yang bersifat non imtelektual”.
Dapat diambil kesimpulan dari beberapa pendapat bahwa,
motivasi belajar, adalah keseluruhan daya penggerak dalam aspek psikologis
seseorang yang bersifat non intelektual yang mendorong dan memberikan arah
kepada kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa
menurut Natawidjaya dan Moesa (1992:32) menyatakan bahwa Faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar adalah
a.
Faktor Pribadi
maksud
dari Faktor pribadi adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri ,
meliputi kemampuan intelegensi, bakat dan minat
b.
Faktor Lingkungan
maksud
dari Faktor lingkungan disini adalah faktor dari luar diri individu yang
bersangkutan yang bisa diwujudkan dalam interaksinya
adapun menurut Suradi dan Soetjipto (1990:70), Faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar antara lain:
1)
kemampuan intelegensi
2)
jumlah keluarga
3)
sikap orangtua
4)
lingkungan sekolah
5)
perhatian orangtua
6)
lingkungan sekolah
7)
keadaan jasmani
3.
Ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi belajar
motivasi yang ada pada diri setiap orang atau siswa itu memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1)
Tekun menghadapi tugas, dapat bekerja terus menerus dalam
waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai
2)
Ulet menghadapi kesulitan atau tidak lekas putus asa,
tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin atau tidak
cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya.
3)
Menunjukkan minat terhadap macam-macam masalah
4)
Lebih senang bekerja mandiri
5)
Cepat bosan pada tugas rutin, hal-hal yang bersifat
mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif
6)
Dapat mempertahankan pendapatnya, kalau sudah yakin akan
sesuatu
7)
Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu
8)
Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal
(Sardiman, 20001:81)
D.
Penelitian yang relevan
Penelitian ini tidak terlepas dari penelitian terdayang
relevan dengan penelitian ini. Baik mengenai konseling kelompok realita maupun
motivasi belajar siswa
Penelitian yang dilakukan oleh Uswatun (2009) tentang
penerapan konseling realitas untuk menurunkan perilaku menarik diri (with
Drawl) pada siswa dari hasil analisis data yang dilakukan menunjukkan ada
perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah pemberian perlakuan dengan
konseling kelompok realita terhadap siswa menarik diri (tidak dipilih) menjadi
menurun perilaku menarik diri yang dialami siswa (dipilih). Sehingga dari penelitian tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh positif dari penerapan konseling
kelompok realita dalam mengatasi siswa yang mengalami perilaku menarik diri.
Artinya semakin intensif kegiatan pemberian konseling kelompok realita yang
dilakukan oleh konselor, maka siswa yang mengalami masalah akan mudah menyelesaikan
masalahnya
Penelitian yang relevan ketiga adalah penelitian
Ristiningtyas (2009) tentang mengurangi kebiasaan mencontek dengan konseling
kelompok. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil yaitu adanya perubahan yang
signifikan dalam mengurangi perilaku mencontek antara sebelum dan sesudah
pemberian perlakuan yaitu konseling kelompok realita.
Susyanie (2000) mengenai motivasi belajar membuktikan
terdapat hubungan yang signifikan antara penjurusan, motivasi belajar, dan
prestasi belajar. Penelitian ini membuktikan bahwa motivasi belajar lebih besar
pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa dibandingkan dengan variabel
penjurusan
D.
KERANGKA BERPIKIR
|
|
![]() |
|||
![]() |
|||
![]() |
|
|
Butler
por menyatakan bahwa karakter individu menjadi salah satu aspek yang menjadi
pemicu timbulnya berprestasi kurang. Kelima karakter individu tersebut meliputi
konsep diri, motivasi diri, kebutuhan untuk berprestasi dan takut akan
kegagalan. Penelitian ini dispesifikan pada peran motivasi belajar dalam
mempengaruhi siswa yang mencapai prestasi kurang untuk merealisasikan potensi
akademik.langkah pertama dalam penelitian ini adalah dengan menentukan dan
menemukan siswa-siswa yang mengalami motivasi belajar yang kurang sehingga
menjadi salah satu Faktor penyebab terjadinya berprestasi kurang (underachiever).setelah
ditemukan siswa yang mengalami masalah tersebut. Berdasarkan pendapat Runikasari
(2008) dan Coyle (dalam Tarmidzi, 2008) yang mengatakan motivasi belajar siswa
yang mencapai prestasi kurang perlu ditingkatkan agar prestasi yang dicapai
sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Maka
akan ditindak lanjuti dengan pemberian bantuan untuk mengatasi permasalahan
yang dihadapi dengan konseling kelompok dengan 5 tahapan dalam kegiatan
tersebut yaitu 1) Keterlibatan dan
penstrukturan kelompok 2) Eksplorasi data; perilaku konseli sekarang (apa yang
dilakukan konseli akhir-akhir ini sehingga menimbulkan masalah) 3) Pertimbangan
nilai atau evaluasi terhadap baik-buruk, untung-rugi perilaku yang sekarang 4)
Rencana pengembangan perilaku baru dan pelaksanaanya 5) Evaluasi pelaksanaan
dan tindak lanjut, yang gagal tidak boleh dimaafkan namun juga tidak boleh
diberi hukuman, hal ini relevan dengan pendapat dari Butler Por (1987) mengatakan bahwa konseling kelompok dapat
menjadi salah satu strategi penanganan yang dapat diterapkan pada siswa yang
mencapai prestasi kurang (underachiever), karena didalam kelompok
tersebut membahas dan mengentaskan masalah belajar yang dimiliki.
Menurut
Gunarsa (1980) konseling kelompok dilaksanakan sebagai alternatif bantuan
karena setiap anggota kelompok dapat belajar berpikir dan bertanggung jawab,
serta keberhasilan dalam memecahkan masalah akan menyokong harga diri setia.
Dari pemberian bantuan tersebut diharapkan anggota kelompok atau konseli mampu
meningkatkan motivasi belajarnya dan mengatasi masalah yang dialami yaitu
gejala berprestasi kurang (underachiever). Dalam melihat adanya
perubahan pada siswa digunakan sumber data primer yaitu angket motivasi
belajar, dengan membandingkan tingkat perubahan skor yang diperoleh siswa
antara sebelum dan sesudah perlakuan, sumber data sekundernya adalah
pengamatan, wawancara dan membandingkan nilai ulangan harian sebelum diberi
perlakuan dengan nilai ulangan harian setelah diberi perlakuan
E.
Hipotesa Penelitian
Hipotesa adalah dugaan jawaban yang sifatnya sementara
oleh karena itu perlu adanya pengujian kembali tentang kebenaranya.
Permasalahan dan kajian pustaka telah diuraikan maka
dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut : “ada perbedaan yang signifikan pada
skor motivasi belajar siswa yang mengalami berprestasi kurang (underachiever)
antara sebelum dan sesudah penerapan
konseling kelompok realita”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah Pre-eksperiment dengan
pendekatan one group pre test and Post Test Desagn.eksperimen yang
dilakukan ini adalah eksperimen yang dilakukan pada satu kelompok saja tanpa
adanya kelompok pembanding, sehingga dalam penelitian ini diasumsikan bahwa
perbedaan antara pengukuran awal dan akhir merupakan efek dari adanya sebuah
perlakuan. Untuk memperjelas rancangan penelitian pre-eksperiment dengan one group pre
test and post test design, rancangan
tersebut dapat dilihat dalam gambar dibawah ini :
![]() |
Gambar
3.1
Rancangan penelitian (Arikunto,
2002)
Berdasarkan bagan
diatas maka pertama kali yang dilakukan penulis adalah melakukan tes awal (Pre-Test)
pada suatu kelompok subjek yang telah dibentuk yaitu melalui pemberian
angket tentang beberapa gejala yang dialami siswa berberprestasi kurang (underachiever)
yang menyebabkan menurunnya motivasi belajar dan kurang memaksimalkan
potensi yang dimiliki. Kemudian akan diberikan suatu perlakuan yang dalam hal
ini adalah diskusi kelompok dalam proses bimbingan kelompok. Untuk mengetahui
hasil atau efek dari pemberian perlakuan terhadap masalah siswa berberprestasi
kurang (underachiever), maka akan dilakukan pengukuran kembali
(post-Test) dengan menggunakan angket siswa berberprestasi kurang (underachiever)
Prosedur dari pelaksanaan penelitian
dengan rancangan pendekatan pre experimental design dengan pre test dan post test one group design, adalah sebagai berikut :
1).
Peneliti mengukur keadaan subyek sebelum eksperiment (T1) yang
disebut pre test.
2). Setelah dilakukan pre test, kemudian diberikan perlakuan yaitu penerapan konseling
kelompok realita (X).
3). Setelah
treatment diberikan dan ditentukan nilai
setelah eksperiment (T2) yang disebut Post
test, kemudian dibandingkan nilai
antara T1 dan T2 yang diasumsikan sebagai efek dari eksperiment.
Prosedur pelaksanaan konseling
kelompok realita yang dilakukan dalam penelitian adalah menerapkan tahapan yang
dikemukakan oleh Glesser ada delapan tahapan dalam melaksanakan konseling
kelompok realita, yang disistematikan menjadi lima tahapan oleh Nursalim,(dalam
Nursalim & Hariastuti 2007)
Treatment akan diberikan dalam 6 kali
pertemuan, dengan rincian sebagai berikut :
1)
Keterlibatan dan penstrukturan kelompok (pertemuan I)
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menunjukkan kepada konseli
bahwa ia terlibat dalam tingkat yang mengandung arti dengan konselor dan
anggota kelompok. Serta
menumbuhkan
kepercayaan diri dari anggota kepada konselor dan konselor menerangkan lebih
jelas tentang apa makna dan tujuan konseling kelompok beserta norma-norma yang
perlu disepakati bersama, menjelaskan betapa pentingnya menyelesaikan masalah
secara bersama-sama serta menjelaskan hal apa yang bisa dicapai dari kegiatan
ini
2)
Eksplorasi data; perilaku konseli sekarang (apa yang
dilakukan konseli akhir-akhir ini sehingga menimbulkan masalah) (pertemuan 2)
Konselor
mengajak konseli untuk melihat apa yang salah pada dirinya, mengekplorasi
perilaku-perilaku yang salah dalam belajarnya perilaku yang akhir-akhir ini konseli
alami
3)
Pertimbangan nilai atau evaluasi terhadap baik-buruk,
untung-rugi perilaku yang sekarang
(pertemuan 3)
Setelah
menemukan beberapa gejala yang dialami konselor mengarakhakan konseli , melihat
apa perilakunya tersebut salah atau benar dan menguntungkan dirinya atau malah
merugikan, hanya konseli yang menentukan baik buruknya perilaku yang ia lakukan
konselor hanya memberikan pertimbangan dan wawasana kepada konseli dalam
melihat perilakunya.
4)
Rencana pengembangan perilaku baru dan pelaksanaanya
(pertemuan 4)
Setelah konseli memberikan penilaian dan membuat
keputusan atas perilakunya yang tidak bertanggung jawab konselor membantu
mereka membuat perencanaan untuk mengubah perilakunya yang bertanggung jawab.
Perencanaan dimulai dengan memantapkan pencapaian tujuan jangka pendek sebagai
dasar pencapaian jangka panjang. Perencanaan harus dibuat secara spesifik,
kongkrit dan hasilnya dapat diukur. Tahap selanjutnya adalah tahap komitmen
dimana konselor meminta konseli untuk mengikat janji guna melaksanakan rencana,
komitmen ini tertulis dan ditandatangani konseli
5)
Evaluasi pelaksanaan dan tindak lanjut, yang gagal tidak
boleh dimaafkan namun juga tidak boleh diberi hukuman (pertemuan ke 5)
Konselor melihat
seberapa besar rencana dalam menyelesaikan permasalahannya dilaksanakan, ada
beberapa konseli yang gagal melaksanakan, konselor disini tetap menginstruksikan untuk tetap
melaksanakan rencana tersebut, kesalahan-kesalahan yang ia alami konselor
memodifikasi rencana tersebut agar konseli lebih mudah dalam melaksanakan
rencanan yang telah ia susun
Disini konselor hanya berusaha mengajarkan kepada konseli
bahwa konsekuensi alamiah selalu ada akan menimpanya bukan dengan hukuman
terhadapnya, seperti
memperolah nilai buruk jika tidak mau belajar,
6)
Pertemuan ke 6 adalah evaluasi dengan mengisi angket post test
Konselor memberikan
angket motivasi belajar siswa berprestasi kurang untuk mengetahui apakah ada
perubahan tingkat skor motivasi belajar antara sebelum dan sesudah adanya
perlakuan
B. Tahap
Penelitian
Adapun tahap yang akan dilakukan
dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.
Tahap persiapan
a. Penyusunan Proposal Skripsi
Penyusunan
proposal skripsi, merupakan awal kegiatan penelitian sebelum penulis datang ke
lapangan, penulis terlebih dahulu menentukan topik dan permasalahan yang akan
dibahas tersebut dirumuskan dalam bentuk judul penelitian.
b. Menentukan
Lokasi Penelitian
Penelitian ini menetapkan lokasi
penelitian di “SMA NEGERI 3 TUBAN”
c. Permohonan
Izin
Permohonan
surat izin dari Fakultas untuk sekolah yang dituju, hal ini dilakukan agar
mempermudah dalam melakukan penelitian di SMA Negeri 3 Tuban, surat izin ini
merupakan syarat administrasi yang harus dipenuhi oleh peneliti
2. Tahap Pelaksanaan
a.
Membuat Jadwal Penelitian
Penyusunan
jadwal penelitian ini disesuaikan dengan
kegiatan belajar siswa pada kelas X-D SMA Negeri 3 Tuban. Hal ini dilakukan
agar dalam pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan tidak mengganggu kegiatan
belajar mengajar (KBM).
b. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui
metode angket yang diberikan kepada siswa, angket pertama dilakukan di kelas
X-C untuk menguji validitas dan realibilitas angket tersebut, setelah di
ketahui tingkat kevaliditasan angket tersebut, dilakukan Pre-Test dengan
memberikan angket yang sudah teruji di kelas X-D yang menjadi subjek penelitian.
dengan ini diharapkan penulis akan lebih mudah untuk mengidentifikasi siswa kelas X-D SMA Negeri 3 Tuban yang diduga
mengalami siswa berprestasi kurang (Underachiever).
c. Pelaksanaan
Strategi
Setelah ditemukan siswa yang
teridentifikasi mengalami kurang motivasi belajar sehingga mengalami prestasi
kurang (Underachiever), konselor
menerapkan konseling kelompok realita untuk membantu meningkatkan motivasi
belajar siswa prestasi kurang
(Underachiever) pada siswa kelas X-D SMA
Negeri 3 Tuban.
3. Tahap Analisis Data
Analisis data yang dipakai adalah analisis statistik dengan menggunakan uji tanda.
4. Tahap Pembahasan
Tahap ini berisi tentang pembahasan
hal-hal yang dianggap penting dalam penelitian.
5.
Tahap
Rekomendasi
Berdasarkan
permintaan dari sekolah yang diteliti sehingga mengharap peneliti memberikan
rekomendasi dalam menangani siswa berprestasi kurang (Underachiever) agar dapat menjadi bahan pertimbangan oleh sekolah
dalam menangani siswa prestasi kurang (Underachiever)
B Subjek Penelitian
Arikunto (1998:112) mengemukakan “ Subyek penelitian merupakan sesuatu yang kedudukannya sangat sentral,
karena pada subyek penelitian inilah data tentang variabel yang diteliti berada
dan diamati oleh peneliti”.
Subyek penelitian ini adalah siswa
kelas X-D SMA Negeri 3 Tuban yang mengalami kurang motivasi belajar yang
menyebabkan siswa berprestasi kurang (Underachiever)
melalui pengisian angket motivasi dan (underachiever)
. Teknik pengambilan subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
hasil perhitungan regresi linier antara angka prestasi aktual dari rata-rata
nilai rapor, serta angka kecerdasan (IQ) , maka subyek penelitian dijadikan
responden dengan kata lain disebut sebagai subyek penelitian.
Prosedur mendapatkan subyek penelitian
sebagai berikut :
1.
Menyebarkan angket kurangnya
motivasi belajar yang menyebabkan siswa berprestasi kurang (Underachiever) kepada
siswa kelas X-D SMA Negeri 3 Tuban.
2.
Angket diisi oleh
responden kemudian angket ditarik kembali.
3.
Hasil angket di skor,
dari sini akan diketahui siswa yang kurang termotivasi belajar dan terindikasi mengalami siswa
berprestasi kurang (underachiever).
4.
Membandingkan nilai
rata-rata raport
antara nilai prestasi dan angka kecerdasan.
5.
Hasil skor terendah dan berdasarkan hasil
perhitungan regresi linier antara nilai prestasi siswa dan angka kecerdasan
(IQ), nantinya akan dijadikan subyek dalam penelitian dan mendapatkan perlakuan
berupa konseling kelompok realita.
6.
Dan menerima
rekomendasi siswa dari pihak sekolah atau guru BK yang terindikasi mengalami
siswa berprestasi kurang.
Berdasarkan prosedur di atas, dalam
penelitian ini didapatkan 6 orang siswa di kelas X-D yang mendapatkan motivasi
belajar kurang yang rendah dan terindikasi siswa berprestasi kurang sehingga 6
siswa tersebut menjadi subyek penelitian.
C Variabel dan Definisi Operasional
Variabel dapat diartikan sebagai suatu
konsep yang memiliki nilai ganda, atau suatu faktor yang jika diukur akan
menghasilkan skor yang bervariasi (Rianto,1996) .
Berdasarkan pendapat tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa variabel adalah segala sesuatu yang menjadi objek
pengamatan penelitian yang jika diukur akan menghasilkan skor yang bervariasi.
Pada penelitian ini terdapat dua
variabel yaitu konseling kelompok realita sebagai variabel bebas (X) dan
motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever)
sebagai variabel terikat (Y). berikut definisi operasional dari kedua variabel
tersebut:
1.
Konseling
kelompok realita (variabel bebas)
Menurut Corey (2003:263) konseling realitas difokuskan
pada tingkah laku sekarang dan merupakan bentuk modifikasi perilaku. Hal ini
berfungsi agar konseli mampu membantu dirinya dalam menghadapi kenyatan dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan diri sendiri ataupun orang
lain serta berani memikul tanggung jawab atas semua tingkah lakunya.
Dengan melakukan lima tahapan yaitu :
1)
Keterlibatan dan penstrukturan kelompok
2)
Eksplorasi data; perilaku konseli sekarang (apa yang
dilakukan konseli akhir-akhir ini sehingga menimbulkan masalah)
3)
Pertimbangan nilai atau evaluasi terhadap baik-buruk,
untung-rugi perilaku yang sekarang
4)
Rencana pengembangan perilaku baru dan pelaksanaanya
5)
Evaluasi pelaksanaan dan tindak lanjut, yang gagal tidak
boleh dimaafkan namun juga tidak boleh diberi hukuman
2.
Motivasi
belajar siswa berprestasi kurang (underachiever)
(variabel terikat)
Definisi
operasional dari motivasi siswa berprestasi kurang (underachiever) adalah segala dorongan
yang membuat seseorang untuk melakukan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki
siswa dapat tercapai
serta mampu mendapatkan hasil prestasi belajar (Nilai) sesuai dengan potensi
yang dimilikinya (IQ). Menurut Tol’ah (2009:5) batasan yang
digunakan yaitu: IQ 90-104
(rata-rata), maka nilai minimal yang harus diperoleh yaitu 85, IQ 105-119 (di
atas rata-rata) nilai minimal 90, IQ
120-129 (cerdas) nilai minimal 95,
diatas 140 (jenius) nilai minimal 98.
Pedoman
Pengkategorian Prestasi kurang (underachiever)
NO
|
IQ
|
KLASIFIKASI
|
PRESTASI
MINIMAL
|
|||||
1
|
> 130
|
Sangat
Superior/ jenius
|
98
|
|||||
2
|
120
– 129
|
Superior
|
95
|
|||||
3
|
105 – 119
|
Rata-rata
Tinggi
|
90
|
|||||
4
|
90
– 104
|
Rata-rata
|
85
|
|||||
5
|
80
– 89
|
Rata-rata
Rendah
|
75
|
|||||
6
|
70
– 79
|
Batas
Lemah Mental
|
40
|
|||||
7
|
≤
69
|
Lemah
Mental
|
30
|
|||||
Tabel 3.2
Yang dimaksud dari tabel tersebut adalah apabila siswa
dengan tingkat IQ 105-119
(rata-rata tinggi) seharusnya mendapatkan prestasi minimal 90 jika siswa mempereoleh hasil prestasi
belajarnya dan tidak sesuai dengan tingkat potensi yang dimiliki maka siswa
tersebut tergolong siswa yang mengalami berprestasi kurang (underachiever)
dan selanjutnya.
Menurut
Clark (dalam Tol’ah 2009:17) mengatakan ada beberapa karakteristik yang
ditunjukan siswa berprestasi kurang (underachiever) , yaitu sebagai
berikut:
1.
Menunjukan prestasi yang berlawanan dengan harapan atau
potensi yang dimilikinya.
2.
Merasa tidak senang dengan sekolah atau gurunya dan
cenderung bergabung dengan teman yang juga memiliki sikap negatif terhadap
sekolah.
3.
Kurang termotivasi untuk belajar, tidak mengerjakan
tugas, sering mengantuk ketika belajar dan tidak tuntas dalam mengerjakan
tugas.
4.
Kurang mampu melakukan penyesuaian intelektual.
5.
Merasa kurang bersemangat, kurang tegas dan sering ribut
di kelas.
6.
Memiliki disiplin yang rendah, sering telat sekolah,
enggan mengerjakan tugas, sering ribut, dan mudah terpengaruh.
7.
Tidak memiliki hobi atau minat terhadap kegiatan untuk
mengisi waktu luang
D Teknik dan Instrumen Pengumpulan
Data
Untuk
mendapatkan data yang sesuai dengan variabel penelitian, diperlukan suatu
metode pengumpulan data. Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang
digunakan adalahmenbandingkan tingkat kecerdasan siswa dengan hasil prestasi
belajar yaitu ulangan harian yang digunakan untuk mengetahu hasil prestasi
siswa, metode angket dan wawancara.
Angket
adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi
dari responden dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang diketahui
(Arikunto. 1992:124). Dalam penelitian ini metode angket ini digunakan adalah
angket langsung bentuk tertutup untuk mengungkap siswa berprestasi rendah (underachiever),
yang dilatar belakangi kurangnya motivasi belajar siswa
a. Angket atau Kuesioner (questionnaires)
Menurut Arikunto (1998:128), angket adalah
“sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.”
Angket yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jenis angket
tertutup dengan bentuk pilihan ganda atau multiple
choice yaitu responden diminta untuk memilih jawaban a, b, c, atau d yang
sesuai dengan kondisi responden yang sebenarnya.
Angket ini
akan diberikan untuk mengumpulkan data siswa yang mengalami motivasi belajar
siswa berprestasi kurang (underachiever),
dan angket ini akan diberikan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Dengan
kata lain angket ini digunakan untuk
menentukan nilai pre test dan post test. Adapun langkah-langkah dalam
penyusunan angket adalah
1.
Mengidentifikasi
variabel-variabel yang diteliti
2.
Membuat indikator pada
masing-masing variabel
3.
Membuat prediktor dari indikator yang
ada agar lebih jelas apa yang akan diungkap
4.
Membuat tabel
spesifikasi atau blue print
5.
Menyusun item angket
6.
Uji coba angket untuk
mengetahui validitas, untuk disebarkan
diluar sampel yakni kelas X-C
7.
Melakukan uji revisi
terhadap angket yang telah disebar dan menyebarkannya kembali
hasil angket yang telah direvisi untuk memperoleh data yang akurat
Pengambilan keputusan, artinya instrument
yang telah direvisi dan sudah teruji validitas dan reliabilitasnya sudah dapat
dipastikan instrument tersebut sudah dapat disebarkan di kelas X-D.
Data dalam suatu penelitian mempunyai kedudukan penting, oleh
karena itu benar tidaknya data
tergantung instrument pengumpulan data. Instrument dikatakan baik bila memenuhi
2 syarat yaitu valid dan reliabel, sehingga sebelum instrument siap disebarkan
terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya.
1). Validitas
Suatu alat
ukur tersebut dikatakan valid bila alat
ukur tersebut dapat mengukur apa yang
diukur. Singarimbun (1995:122) mengemukakan validitas adalah “sejauhmana alat pengukur, mengukur apa yang
diukur.” Adapun langkah-langkah dalam menghitung validitas adalah sebagai
berikut :
a). Mengidentifikasi secara operasional konsep
yang diukur
b). Menyebarkan angket pada responden
c). Menghitung skor-skor tiap item serta item
secara total
d).
Menghitung kolerasi antara masing-masing item, dengan skor total menggunakan kolerasi product moment, dengan rumus kasar :

Keterangan :
rxy : Koefisien kolerasi
∑ XY : Jumlah hasil kali dari X dan Y
X2 : Kuadrat dari variabel x
Y2 : Kuadrat dari variabel y
N
: subyek penelitian
e). Hasil kolerasi dari tiap-tiap item
dibandingkan dengan nilai r table
dengan taraf signifikan 5%.
Berikut akan diuraikan
perhitungan validitas dari salah satu butir item pertanyaan.
Tabel
3.3
Uji validitas item 2
X2
|
X²
|
Y
|
Y²
|
XY
|
4
|
16
|
71
|
5041
|
284
|
3
|
9
|
85
|
7225
|
255
|
3
|
9
|
80
|
6400
|
240
|
3
|
9
|
58
|
3364
|
174
|
3
|
9
|
70
|
4900
|
210
|
3
|
9
|
79
|
6241
|
237
|
3
|
9
|
75
|
5625
|
225
|
3
|
9
|
66
|
4356
|
198
|
3
|
9
|
75
|
5625
|
225
|
3
|
9
|
80
|
6400
|
240
|
3
|
9
|
68
|
4624
|
204
|
4
|
16
|
81
|
6561
|
324
|
2
|
4
|
62
|
3844
|
124
|
3
|
9
|
67
|
4489
|
201
|
3
|
9
|
69
|
4761
|
207
|
3
|
9
|
83
|
6889
|
249
|
3
|
9
|
77
|
5929
|
231
|
3
|
9
|
84
|
7056
|
252
|
3
|
9
|
82
|
6724
|
246
|
3
|
9
|
74
|
5476
|
222
|
X2
|
X²
|
Y
|
Y²
|
XY
|
3
|
9
|
74
|
5476
|
222
|
2
|
4
|
53
|
2809
|
106
|
2
|
4
|
75
|
5625
|
150
|
4
|
16
|
89
|
7921
|
356
|
3
|
9
|
46
|
2116
|
138
|
4
|
16
|
83
|
6889
|
332
|
3
|
9
|
65
|
4225
|
195
|
3
|
9
|
67
|
4489
|
201
|
3
|
9
|
73
|
5329
|
219
|
4
|
16
|
85
|
7225
|
340
|
92
|
290
|
2196
|
163634
|
6807
|
BERIKUT
UJI VALIDITAS NO 2
∑X
= 92 ∑Y = 2196 ∑XY= 6807
∑
X²= 290 ∑ Y²= 163634







Berdasarkan hasil perhitungan validitas
diatas maka dapat diketahui bahwa untuk item no.1 rhitung = 0,481
yang kemudian dikonsultasikan dengan rtabel dengan subyek N =
30 taraf signifikan 5% batas penolakan sebesar 0,481 (tabel nilai product moment). Dengan demikian
rhitung lebih besar dari rtabel (0,481 > 0,361), maka data angket
penerapan konseling kelompok realitauntuk meningkatkan motivasi belajar siswa
berprestasi kurang (underachiever) untuk
item no.2 dapat dikatakan signifikan atau valid.
2).
Reliabilitas
Arikunto (1998:154)
mengemukakan, “Reliabilitas menunjukkkan pada satu pengertian bahwa instrument
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument
tersebut sudah baik”. Penelitian ini menggunakan rumus teknik belah dua, yaitu item kelompok
gasal dan item kelompok genap, kemudian dicari kolerasinya. Berikut prosedur
yang digunakan adalah sebagai berikut :
a).
Membuat tabel yang berisi kolom untuk nomor subyek dan baris untuk item
gasal.
b).
Membuat tabel yang berisi kolom untuk nomor subyek dan baris untuk item
genap.
c).
Memindahkan jawaban subyek pada tabel yang telah tersedia.
d).
Menjumlahkan skor yang telah diperoleh masing-masing subyek.
e).
Menghitung reliabilitas keseluruhan item dengan rumus kolerasi
Untuk mencari koefisien
kolerasi dalam penelitian digunakan rumus Spearman Brown : 

Keterangan :
r11 :
Reliabilitas Instrumen
r 1/21/2 : rxy yang disebutkan dengan
indeks kolerasi antara dua belahan instrument (belahan pertama dan kedua). (
Arikunto, 1998:173)
Tabel
3.4 Uji Reliabilitas
NO
|
X
|
X²
|
Y
|
Y²
|
XY
|
1
|
67
|
4489
|
71
|
5041
|
4757
|
2
|
71
|
5041
|
85
|
7225
|
6035
|
3
|
67
|
4489
|
80
|
6400
|
5360
|
4
|
55
|
3025
|
58
|
3364
|
3190
|
5
|
72
|
5184
|
70
|
4900
|
5040
|
6
|
73
|
5329
|
79
|
6241
|
5767
|
7
|
70
|
4900
|
75
|
5625
|
5250
|
8
|
69
|
4761
|
66
|
4356
|
4554
|
9
|
72
|
5184
|
75
|
5625
|
5400
|
NO
|
X
|
X²
|
Y
|
Y²
|
XY
|
10
|
70
|
4900
|
80
|
6400
|
5600
|
11
|
64
|
4096
|
68
|
4624
|
4352
|
12
|
69
|
4761
|
81
|
6561
|
5589
|
13
|
57
|
3249
|
62
|
3844
|
3534
|
14
|
63
|
3969
|
67
|
4489
|
4221
|
15
|
64
|
4096
|
69
|
4761
|
4416
|
16
|
81
|
6561
|
83
|
6889
|
6723
|
17
|
73
|
5329
|
77
|
5929
|
5621
|
18
|
79
|
6241
|
84
|
7056
|
6636
|
19
|
77
|
5929
|
82
|
6724
|
6314
|
20
|
73
|
5329
|
74
|
5476
|
5402
|
21
|
71
|
5041
|
74
|
5476
|
5254
|
22
|
52
|
2704
|
53
|
2809
|
2756
|
23
|
71
|
5041
|
75
|
5625
|
5325
|
24
|
82
|
6724
|
89
|
7921
|
7298
|
25
|
41
|
1681
|
46
|
2116
|
1886
|
26
|
86
|
7396
|
83
|
6889
|
7138
|
27
|
63
|
3969
|
65
|
4225
|
4095
|
28
|
60
|
3600
|
67
|
4489
|
4020
|
29
|
65
|
4225
|
73
|
5329
|
4745
|
30
|
82
|
6724
|
85
|
7225
|
6970
|
|
2059
|
143967
|
2196
|
163634
|
153248
|
Berdasarkan tabel
hasil perhitungan reliabilitas angket diatas, maka dapat diketahui :
N = 30 Sx2 = 143967
Sx =
2059 Sy2 = 163634
Sy =
2196 Sxy = 153248







Selanjutnya hasil tersebut dimasukkan ke dalam rumus Spearman
Brown, untuk memperoleh indeks reliabilitas, yaitu :




Berdasarkan
perhitungan di atas diperoleh rhitung sebesar 0,955 kemudian
dikonsultasikan
dengan rtabel dengan jumlah subyek N= 30 dengan taraf signifikan 5 % batas penolakan hipotesis
nihil (Ho) yaitu 0,361 (tabel nilai
r Product Moment). Dengan demikian rhitung
lebih besar rtabel (0,955
> 0,361),
sehingga instrumen angket tentang penerapan
konseling kelompok realita untuk meningkatkan motivasi belajar siswa
berprestasi kurang (underachiever) kelas
X-D di SMA Negeri 3 Tuban yang disusun dalam penelitian ini dinyatakan reliabel.
.
B. Observasi
Observasi merupakan aktifitas peneliti yang dilakukan dengan memperhatikan subyek
penelitian ketika memberikan perlakuan konseling
kelompok realita. Pengamatan yang diberikan
berupa pengamatan langsung untuk mengetahui tingkah laku siswa. Menurut
Sudikin dan Mundir (2005:221) teknik observasi merupakan pengamatan yang
dilakukan oleh indra secara langsung
terhadap suatu benda, kondisi, situasi, dan perilaku.
Arikunto (2006:157),
mengemukakan observasi sebenarnya adalah pengamatan secara langsung yang dapat
dilakukan dengan tes, kuisioner, rekaman gambar atau foto, maupun rekaman
suara.
Beberapa pendapat tersebut
dapat disimpulkan observasi adalah
pengamatan secara langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, dan
perilaku yang dapat dilakukan dengan tes, kuisioner, rekaman gambar atau foto,
maupun rekaman suara.
Adapun observasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1). Observasi non sistematik yang
dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrument pengamatan.
2). Observasi sistematik yang
dilakukan pengamat dengan menggunakan instrument pengamatan.
Metode observasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah jenis
observasi sistematik yang dilakukan peneliti
dengan menggunakan pedoman
sebagai instrument pengamatan. Pedoman observasi merupakan sebuah daftar kegiatan yang timbul dan yang akan diamati.
c.
Wawancara
Wawancara atau interview adalah dialog atau tanya jawab
yang dilakukan pewawancara untuk mengetahui informasi dari responden. Wawancara
dalam penelitian ini bertujuan untuk menggali informasi sebagai pelengkap data
dari pihak terkait dengan variabel yang diteliti, dalam hal ini siswa yang
telah mengikuti perlakuan untuk mengetahui sejauhmana motivasi belajar siswa
berprestasi kurang dapat ditingkatkan.
Ditinjau dari pelaksanaannya
penelitian ini menggunakan jenis interview
terpimpin (terstruktur), yaitu interview
yang dilakukan oleh pewawancara dengan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan
terperinci beserta alternatif jawaban yang telah disiapkan untuk mengkroscekkan
data yang telah diperoleh sebelumnya.
2. Instrument
pengumpul data
Arikunto
(2006:162) mengemukakan “Instrument pengumpul data adalah alat atau Fasilitas
yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam
arti lebih cermat, lengkap dan sistematik sehinggan lebih mudah diolah. Variasi
jenis penelitian adalah angket, chek list, pedoman wawancara, pedoman
pengamatan.”
Titik tolak dari penyusunan
instrument pengumpul data adalah
variabel-variabel penelitian yang
akan ditetapkan untuk diteliti.
Dari variabel-variabel tersebut
diberikan definisi operasional dan selanjutnya ditentukan indikator yang
akan diukur. Dari indikator kemudian
akan dijabarkan menjadi
butir-butir pernyataan.
Instrument yang tepat
adalah instrument yang dapat mengukur
variabel-variabel yang diteliti maka perlu
menyusun rencana instrument yang disebut kisi-kisi instrument. Kisi-kisi
angket berfungsi sebagai pedoman dalam
Merumuskan
butir-butir pernyataan dalam alat ukur.
a.
Instrument angket
Adapun kisi-kisi angket yang
merupakan salah satu instrument yang akan digunakan penulis adalah sebagai
berikut :
Tabel
3.5 kisi-kisi angket
Variabel
|
Sub Variabel
|
Indikator
|
No item
|
jumlah
|
||
+
|
-
|
|||||
Motivasi belajar siswa berprestasi kurang
|
a. prestasi
berlawanan dengan harapan atau potensi
|
·
Nilai
dibawah rata-rata tingkat potensi (IQ) yang dimiliki
·
Pemahaman terhadap materi yang kurang
|
1, 22, 13
|
14, 4, 31
|
6
|
|
Motivasi belajar siswa berprestasi kurang
|
b. Merasa tidak senang
dengan sekolah/gurunya dan
bergabung dengan teman yang juga memiliki sikap negatif terhadap sekolah
|
ü Membolos atau
tidak mengikuti pelajaran karena tidak menyukai Guru atau mata pelajaranya
ü Melanggar tata
tertib sekolah
ü Merasa kurang
bersemangat, kurang tegas dan sering ribut di kelas
|
5, 26, 55, 67, 24, 73
|
54, 23, 25, 65, 32, 27, 69
|
13
|
|
|
c. Kurang termotivasi
untuk belajar
|
·
Bersemangat untuk mencapai pendidikan
yang lebih tinggi
·
Tidak menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan oleh guru
|
30, 71, 28, 53
|
6, 56, 64
|
7
|
|
Motivasi belajar siswa berprestasi kurang
|
d. Tekun dalam
mengahadapi tugas
|
·
Mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh
·
Tidak menunda-nunda menyelesaikan tugas
·
Mengumpulkan tugas tepat waktu
|
33, 7, 57, 8, 70
|
2,29,15,68,58
|
10
|
|
|
e. tampak gigih menghadapi kesulitan belajar
|
ü Tidak mudah putus
asa
ü Berusaha mencari
penyelesaian apabila mendapat kesulitan belajar
|
9,16,75,52,77
|
72,74,3,49
|
9
|
|
Variabel
|
Sub Variabel
|
Indikator
|
No item
|
Jumlah
|
||
|
+
|
|
||||
Motivasi belajar siswa berprestasi kurang
|
f. Menunjukkan minat,
perhatian dan konsentrasi di dalam belajar
|
o Mempelajari materi
sebelum disampaiakn guru
o Memperhatikan saat
guru menerangkan
o Tidak mengantuk
saat pelajaran berlangsung
o Berkonsentrasi
dalam belajar
|
10,43,34,18,
50,39,19,44
|
17,51,62,11,
42,76,38,79
|
16
|
|
|
g. Keinginan untuk
mengungkapkan pendapat
|
·
Keinginan mengemukakan pendapat
·
Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dengan memperlihatkan sering bertanya tentang suatu hal
|
59,61,63,41
|
35,78,20,45
|
8
|
|
Motivasi belajar siswa berprestasi kurang
|
h. . Senang mencari
dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan belajar
|
Ø Suka mencari
soal-soal sulit
Ø Senang memecahkan
soal-soal sulit
|
21,36, 66,37
|
60,47,40,46
|
8
|
|
|
|
Ø
|
|
|
|
|
Cara pengisian lembar jawaban ketentuan
skor adalah sebagai berikut :
1).
Pengisian
a). Kerjakan pada lembar jawaban yang telah
tersedia.
b). Tulis, nama, nomor absen, umur dan kelas
pada lembar jawaban.
c). Beri tanda tanda silang (X) atau (√)
pada pilihan jawaban yang sesuai dengan keadaan anda. Jawablah dengan
sejujur-jujurnya
2).
Ketentuan Skor
Jawaban yang diberikan responden
diberi skor sesuai dengan jawaban yang telah ditetapkan sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut :
Tabel 3.6
Ketentuan Skor Angket Motivasi Belajar Siswa Berprestasi Kurang (underachiever)
Kategori
|
Skor (+)
|
Skor (-)
|
Selalu
|
4
|
1
|
Sering
|
3
|
2
|
Kadang-kadang
|
2
|
3
|
Tidak pernah
|
1
|
4
|
Tabel 3.7
Hasil Perhitungan Validitas
Angket Motivasi Belajar Siswa Berprestasi Kurang (underachiever)
No Item Angket
|
![]() |
![]() |
Keterangan
|
1
|
0.051
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
2
|
0.536
|
0.361
|
Signifikan
|
3
|
0.367
|
0.361
|
Signifikan
|
4
|
0.259
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
No Item Angket
|
![]() |
![]() |
Keterangan
|
5
|
0.033
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
6
|
0.409
|
0.361
|
Signifikan
|
7
|
0.447
|
0.361
|
Signifikan
|
8
|
0.561
|
0.361
|
Signifikan
|
9
|
0.454
|
0.361
|
Signifikan
|
10
|
0.501
|
0.361
|
Signifikan
|
11
|
0.412
|
0.361
|
Signifikan
|
12
|
0.458
|
0.361
|
Signifikan
|
13
|
0.419
|
0.361
|
Signifikan
|
14
|
0.505
|
0.361
|
Signifikan
|
15
|
0.514
|
0.361
|
Signifikan
|
16
|
0.172
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
17
|
0.388
|
0.361
|
Signifikan
|
18
|
0.173
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
19
|
0.541
|
0.361
|
Signifikan
|
20
|
0.527
|
0.361
|
Signifikan
|
21
|
0.454
|
0.361
|
Signifikan
|
22
|
0.481
|
0.361
|
Signifikan
|
23
|
0.698
|
0.361
|
Signifikan
|
24
|
0.446
|
0.361
|
Signifikan
|
25
|
0.408
|
0.361
|
Signifikan
|
No Item Angket
|
![]() |
![]() |
Keterangan
|
26
|
0.172
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
27
|
0.183
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
28
|
0.621
|
0.361
|
Signifikan
|
29
|
0.465
|
0.361
|
Signifikan
|
30
|
0.582
|
0.361
|
Signifikan
|
32
|
0.188
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
33
|
0.5792
|
0.361
|
Signifikan
|
34
|
0.349
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
35
|
0.572
|
0.361
|
Signifikan
|
36
|
0.286
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
37
|
0.599
|
0.361
|
Signifikan
|
38
|
0.542
|
0.361
|
Signifikan
|
39
|
0.499
|
0.361
|
Signifikan
|
40
|
0.174
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
41
|
0.314
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
42
|
0.214
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
43
|
0.469
|
0.361
|
Signifikan
|
44
|
0.535
|
0.361
|
Signifikan
|
45
|
0.547
|
0.361
|
Signifikan
|
46
|
0.525
|
0.361
|
Signifikan
|
No Item Angket
|
![]() |
![]() |
Keterangan
|
47
|
0.117
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
48
|
0.437
|
0.361
|
Signifikan
|
49
|
0.325
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
50
|
0.582
|
0.361
|
Signifikan
|
51
|
0.587
|
0.361
|
Signifikan
|
52
|
0.608
|
0.361
|
Signifikan
|
53
|
0.551
|
0.361
|
Signifikan
|
54
|
0.067
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
55
|
0.496
|
0.361
|
Signifikan
|
56
|
0.213
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
57
|
0.387
|
0.361
|
Signifikan
|
58
|
0.642
|
0.361
|
Signifikan
|
59
|
0.493
|
0.361
|
Signifikan
|
60
|
0.535
|
0.361
|
Signifikan
|
61
|
0.514
|
0.361
|
Signifikan
|
62
|
0.591
|
0.361
|
Signifikan
|
63
|
0.436
|
0.361
|
Signifikan
|
64
|
0.606
|
0.361
|
Signifikan
|
65
|
0.292
|
0.361
|
Tidak
Signifikan
|
66
|
0.411
|
0.361
|
Signifikan
|
67
|
0.496
|
0.361
|
Signifikan
|
No Item Angket
|
![]() |
![]() |
Keterangan
|
68
|
0.493
|
0.361
|
Signifikan
|
Setelah angket diuji cobakan dan disebar
kembali untuk kedua kalinya dengan jumlah item 50, langkah selanjutnya adalah
menentukan kategori tingkat motivasi belajar siswa berprestasi kurang yang
diambil dari data angket yang sudah valid dan data ini digunakan untuk
menentukan subyek penelitian yang akan dikenai perlakuan konseling kelompok
realita.
3. Menghitung Skor motivasi belajar siswa
berprestasi kurang
Bagi setiap responden skor dengan jalan menjumlahkan
skor item, skor keseluruhan merupakan skor dari kurangnya
motivasi belajar siswa berprestasi kurang. Untuk mengukur tingkat motivasi belajar siswa
berprestasi kurang menggunakan kategori
yaitu motivasi belajar tinggi, motivasi belajar sedang, dan motivasi belajar rendah.
Langkah-langkah untuk menentukan kategori tingkat motivasi belajar siswa
berprestasi kurang adalah sebagai berikut :
a).
Menghitung jumlah skoring pada masing-masing item.
b). Menghitung mean dan SD terlebih
dahulu dari jumlah skoring yang diperoleh dari pre test.
Setelah angket diuji cobakan,
selanjutnya menentukan kategori motivasi belajar siswa berprestasi kurang
dengan ketentuan sebagai berikut :
1)
Kategori tingkat motivasi
belajar tinggi: Mean score + 1 SD ke
atas
2)
Kategori tingkat motivasi belajar sedang: Dari mean -1 SD sampai + 1 SD
3)
Kategori tingkat motivasi
belajar rendah: Mean -1 SD ke bawah
Tabel
3.8 Daftar Nama Hasil Mencari Mean dan Standar Deviasi
No
|
Nama
|
skor
|
M
|
X
|
X2
|
Kategori
|
1
|
M R
|
120
|
132.56
|
-12.56
|
157.7536
|
Sedang
|
2
|
REKNA DEBY
|
135
|
132.56
|
2.44
|
5.9536
|
Sedang
|
3
|
ABDUL ARIS
|
126
|
132.56
|
-6.56
|
43.0336
|
Sedang
|
4
|
RELA MERIANA
|
128
|
132.56
|
-4.56
|
20.7936
|
Sedang
|
5
|
RAFIDA
KHUMAINI
|
158
|
132.56
|
25.44
|
647.1936
|
Tinggi
|
6
|
A KHOIRI
|
126
|
132.56
|
-6.56
|
43.0336
|
Sedang
|
7
|
IKA
WIDIAN
|
154
|
132.56
|
21.44
|
459.6736
|
Tinggi
|
8
|
WINDA
MOESA
|
146
|
132.56
|
13.44
|
180.6336
|
Tinggi
|
9
|
DYLLA F
|
143
|
132.56
|
10.44
|
108.9936
|
Sedang
|
10
|
SR
|
120
|
132.56
|
-12.56
|
157.7536
|
Rendah
|
11
|
AZIZAH MIZAN
|
139
|
132.56
|
6.44
|
41.4736
|
Sedang
|
12
|
DYAH AYU M
|
140
|
132.56
|
7.44
|
55.3536
|
Sedang
|
13
|
M.ILHAM F
|
123
|
132.56
|
-9.56
|
91.3936
|
Sedang
|
14
|
Deny Maharani A
|
126
|
132.56
|
-6.56
|
43.0336
|
Sedang
|
15
|
JALU KUNCORO
|
125
|
132.56
|
-7.56
|
57.1536
|
Sedang
|
16
|
FILLA LATHIFATUL
|
136
|
132.56
|
3.44
|
11.8336
|
Sedang
|
17
|
LASRI
|
127
|
132.56
|
-5.56
|
30.9136
|
Sedang
|
18
|
S P
|
120
|
132.56
|
-12.56
|
157.7536
|
Rendah
|
19
|
EVY KARUNIA
|
122
|
132.56
|
-10.56
|
111.5136
|
Sedang
|
20
|
ROSYDA YULIANA
|
141
|
132.56
|
8.44
|
71.2336
|
Sedang
|
21
|
IRAWATI 3
|
135
|
132.56
|
2.44
|
5.9536
|
Sedang
|
22
|
YUNITA WIDAYANTI
|
134
|
132.56
|
1.44
|
2.0736
|
Sedang
|
23
|
Y A
|
118
|
132.56
|
-14.56
|
211.9936
|
Rendah
|
24
|
PRAMITA PUJI
|
134
|
132.56
|
1.44
|
2.0736
|
Sedang
|
25
|
PUJIANA
|
137
|
132.56
|
4.44
|
19.7136
|
Sedang
|
26
|
INTANIA INDAH
|
141
|
132.56
|
8.44
|
71.2336
|
Sedang
|
27
|
HATA
NIZAM
|
162
|
132.56
|
29.44
|
866.7136
|
Tinggi
|
28
|
R F
|
118
|
132.56
|
-14.56
|
211.9936
|
Rendah
|
29
|
A A
|
115
|
132.56
|
-17.56
|
308.3536
|
Rendah
|
30
|
FATKUL MUIN
|
124
|
132.56
|
-8.56
|
73.2736
|
Sedang
|
No
|
Nama
|
skor
|
M
|
X
|
X2
|
Kategori
|
31
|
M.IKHSANUL
|
134
|
132.56
|
1.44
|
2.0736
|
Sedang
|
32
|
SENI JUNI
|
130
|
132.56
|
-2.56
|
6.5536
|
Sedang
|
33
|
HARIYANTI
|
136
|
132.56
|
3.44
|
11.8336
|
Sedang
|
34
|
FAHZEN ROKHLI
|
131
|
132.56
|
-1.56
|
2.4336
|
Sedang
|
35
|
AGU RACHMAD
|
135
|
132.56
|
2.44
|
5.9536
|
Sedang
|
|
Jumlah
|
4639
|
|
|
4298.696
|
|
Berdasarkan tabel hasil perhitungan
standar deviasi diatas, maka dapat diketahui bahwa :
1.
Mean
![]() ![]() ![]() |
2.
Standar Deviasi
![]() ![]()
=
![]()
= 11,08
|
3.
Kurve
normal
Kategori
ini digunakan untuk menentukan tingkat motivasi
belajar siswa berprestasi kurang (underachiever)
pada subyek dengan pembagian
kategori tersebut adalah :
- Kategori tinggi : mean skor + 1 SD ke atas
: 132,55+ 1 (11,08) =
143.63
- Kategori sedang : mean skor – 1 SD sampai mean + 1 SD
: 132,55– 1 (11,08)
sampai 132,55+ 1 (11,08)
: 121.47 sampai
143,63
- Kategori rendah : mean skor – 1 SD ke bawah
: 132,55– 11,08=
121.47
Berdasarkan perhitungan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa :
Kategori motivasi belajar siswa
prestasi kurang untuk tingkat tinggi = 144 keatas
Kategori motivasi belajar siswa
berprestasi kurang (underachiever) untuk
tingkat sedang = 121 sampai 144
Kategori motivasi belajar siswa
berprestasi kurang (underachiever) untuk
tingkat rendah = kurang dari 121
b. Pedoman Wawancara
Wawancara yang dilakukan adalah
dengan memberikan lembar pertanyaan kepada siswa yang mengalami skor motivasi
belajar tinggi. Setelah siswa mendapat perlakuan strategi desensitisasi
sistematik, kemudian hasil jawaban dari siswa akan dihitung prosentase tiap
itemnya.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan satu
langkah yang sangat penting dalam penelitian. Untuk menyimpulkan hasil penelitian, maka data yang diperoleh
terlebih dahulu harus dianalisis. Terdapat
dua metode dalam teknik analisis data yaitu analisis parametrik dan non
parametrik.
Dalam
penelitian ini yang diuji adalah perbedaan kondisi sebelum dan sesudah
perlakuan maka uji statistik nonparametrik yang digunakan adalah uji tanda
sebab sesuai dengan kegunaannya uji tanda menurut Djarwanto bahwa “uji tanda
dapat dipergunakan untuk mengevaluasi efek dari suatu treatment tertentu.”
Sedangkan menurut Seagel (1990: 84) bahwa uji tanda dapat digunakan untuk
menetapkan uji pada dua kondisi yang berlainan
Dalam
melaksanakan uji tanda, ringkasan prosedur yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Tentukan tanda selisih antara
kedua anggota setiap pasangan, dalam hal ini menentukan selisih antara post test ( XA) dan pretest (
XB ).
2. Tentukan
harga N yaitu banyaknya pasangan yang selisihnya menunjukkan sautu tanda
positif (+) atau negatif (-).
3. Mencari x
atau banyaknya tanda yang lebih sedikit.
4. Mencari
harga ρ yaitu kemungkinan munculnya harga dibawah Ho yang diketahui dengan mencari
angka titik temu dari x dan N pada tabel, dimana X adalah jumlah tanda lebih
sedikit, dan N adalah jumlah subjek.
5. Mengkonsultasikan
harga ρ dengan arah penolakan α = 0,05 dengan ketentuan yang dihasilkan dari
tes tanda lebih kecil daripada α maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Best Online Casino Sites [2021] - ChoGiocasino
BalasHapusOnline Casinos. Here are the best 온카지노 online casinos with the largest sign-up bonus and most recent bonuses: · 10-Year Casino 1xbet Deal – $10 in Free choegocasino Bets
Casino Near Me | MapYRO
BalasHapusFind the best casino 수원 출장마사지 near you and shop for your favorite games 강릉 출장안마 or entertainers. Play over 1200 slots and table 동해 출장샵 games for free. 제천 출장안마 No matter 강원도 출장안마 what genre,