Selasa, 04 Desember 2012

anak berkebutuhan khusus


DIAGNOSTIK KESULITAN BELAJAR
Tujuan:
Setelah menyelesaikan bab ini, anda diharapkan dapat:
1. menjelaskan kembali konsep dasar kesulitan belajar
2. mengidentifikasi beberapa kasus kesulitan belajar dengan memberikan contoh-
    Contohnya
3. mengidentifikasi factor-faktor yang merupakan latar belakang kesulitan belajar
1. Konsep Dasar Diagnostik Kesulitan Belajar
a. Pengertian Diagnosis
            Sebelum menetapkan alternative pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut.Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.Diagnosis merupakan istilah teknis (terminology) yang kita adopsi dari budang medis. Menurut Thorndike dan Hagen, diagnosis dapat diartikan sebagai:
(1) upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa yang
      Dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang saksama mengenai gejala
      Gejalanya (symptom)
(2) studi yang saksama terhadap fakta tentang sustu hal untuk menemukan karakteristik
     Atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial
(3) kepuusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang saksama atas gejala-gejala
Atau fakta tentang suatu hal
b. Pengertian Kesulitan Belajar
            Burton (1952:622-624) mengidentifikasikan bahwa seorang siswa dapat dianggap mengalami kesulitan belajar jika yang bersangkutan mengalami kegagalan (failure) tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajarnya. Kegagalan belajar didefinisikan oleh Burton sebagai berikut:
  1. Siswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan (level of mastery) minimal dalam pelajaran tertentu seperti yang telah ditetapkan oleh orang dewasa atau guru
  2. Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mencapai prestasi
Yang semestinya, sedangkan dalam prediksi hal tersebut dapat ia raih dengan hasil yang memuaskan
  1. Siswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat
Penguasaan (level of mastery) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan
Pada tingkat pelajaran berikutnya.
c. Mengidentifikasi kasus kesulitan belajar
            Pada halaman berikut ini dijelasakan beberapa langkah operasional diagnosis kesulitan belajar.
1. Dengan metode criterion referenced, maksudnya tes yag mengasumsikan bahwa instrument evaluasi atau soal yang digunakan telah dikembangkan dengan memenuhi syarat-syarat tertentu. Tahapannya adalah sebagai berikut:
      a. menetapkan angka nilai kualitatif minimal yang dapat diterima, misalnya 5,0 atau
            6,0
      b. membandingkan prestasi dari setiap siswa dengan angka nilai batas lulus tersebut.
          Secara teoritis, mereka yang angka nilai prestasinya berada di bawah lulus sudah
          dapat diduga sebagai siswa yang mengalami kesulitan belajar.
c.       menghimpun siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar serta mencari siswa  yang mengalami gejala terparah (yang nilainya di bawah siswa penderita kesulitan belajar lainnya)
d.      membuat rangking/tingkatan guna mempermudah dalam pemberian prioritas layanan psikologis
Dengan hasil penandaaan itu maka dapat diaktakan bahwa kelas atau individu-individu tersebut memerlukan bimbingan belajar karena prestasinya belum memenuhi harapan (seperti yang digariskan dalam TIK).
2. Dengan metode norm-references, maksudnya nilai prestasi rata-rata dijadikan ukuran
Pembanding bagi setiap nilai prestasi individu masing-masing siswa. Tahapannya adalah sebagai berikut:
a.       mencari dan menghitung nilai rata-rata kelas atau kelompok
b.      menandai siswa-siswa yang nilainya di bawah rata-rata
c.       jika mau diadakan prioritas layanan bimbingan, terlebih dahulu harus membuat rangking seperti pada metode pertama
Sedangkan menurut Burton (1952:640-652) penggolongan tahapan-tahapan diagnosis tidak didasarkan pada usaha penanganan, tetapi didasarkan pada tehnik dan instrument yang digunakan dalam pelaksanaannya, seperti di bawah ini:
1.      General Diagnosis
Pada tahap ini lazim dipergunakan tes baku, seperti yang dipergunakan untuk evaluasi dan pengukuran psikologis dan hasil belajar. Sasarannya, untuk menemukan siapakah siswa yang diduga mengalami kelemahan tertentu.
2.      Analistic Diagnosis
Pada tahap ini yang lazim digunakan ialah tes diagnostic. Sasarannya, untuk mengetahui dimana letak kelemahan terebut.
3.      Psychological Diagnosis
Pada tahap ini tehnik pendekatan dan instrumen yang digunakan antara lain:
a.       Observasi
b.      Analisis Karya Tulis
c.       Analisis Proses dan Respon Lisan
d.      Analisis berbagai catatan objektif
e.       Wawancara
f.       Pendekatan laboratories dan klinis
g.      Studi Kasus
   Sasaran kegiatan diagnosis pada langkah ini  pada dasarnya digunakan untuk memahami karakteristik dan factor-faktor penyebab terjadinya kesulitan. Jika output dari layanan bimbingan belajar berupa perubahan pada diri siswa (terbimbing). Setelah menjalani tindakan penyembuhan (treatment). Maka output dari layanan diagnosis kesulitan belajar hanya sampai pada rekomendasi tentang kemungkinan alternative tindakan penyembuhan.
d. Mengidentifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
            Pada dasarnya bila setiap kesulitan belajar terjadi, latar belakangnya akan bersumber pada komponen-komponen yang berpengaruh atas berlangsungnya proses belajar-mengajar sendiri. Berbagai variable yang mempengaruhi proses belajar-mengajar menurut Loree (1970;121-133) terdiri atas: 1)Stimulus atau learning Variables, 2) Organismic Variables, 3) Response Variables
1. Learning Variables, mencakup
    a. Learning Experience Variables, antara laian mengenai
     1. Method Variables, menyangkut kuat lemahnya motivasi untuk belajar, intensif tidaknya bimbingan guru dan ada-tidaknya kesempatan untuk praktikum
2. Task Variables, mencakup menarik-tidaknya apa yang harus dipelajari, bermakna-tidaknya apa yang dipelajari dan tersedia-tidaknya fasilitas belajar yang memadai
 b. Environmental Variables, yang menyangkut iklim belajar yang bergantung pada factor tersedianya waktu yang cukup untuk belajar dan tersedianya fasilitas belajar yang memadai
2. Organismic Variables, mencakup
    a. Characteristic of the learners, anatra lain tingkatan intelegensi, usia dan taraf kematangan, jenis kelamin dan kesiapan belajar
    b. Mediating Processs, kondisi yang lazim terdapat dalam diri siswa, antara lain intlegensi, persepsi, motivasi, takut, cemas, dan tekanan batin dan sebagainya turut berperan dalam proses berperilaku belajar
 3. Response Variables, jika dikelompokkan berdasarkan tujuan pendidikan dapat dilihat sebagai berikut:
     a. Tujuan-tujuan kognitif, seperti  pengetahuan, konsep-konsep dan keterampilan
         pemecahan masalah.
b.      Tujuan-tujuan afektif, seperti sikap-sikap, nilai-nilai, minat dan apresiasi
c.       Tujuan-tujuan pola bertindak, antara lain:
-keterampilan psikomotoris, seperti menulis, mengetik, melukis,dsb
-kompetensi-kompetensi untuk menyelenggarakan pertemuan, berpidato,
  Memimpin diskusi, pertujukan dsb.
-kebiasaan-kebiasaan, seperti kebiasaan hidup sehat, kejujuran dan kerapian
Sedangkan menurut Burton (1952:633-640), variable yang mempengaruhi proses belajar mengajar dapat dikelompokkan menjadi dua factor, yaitu factor dari dalam diri siswa dan factor dari luar diri siswa.
1. factor-faktor dari dalam diri siswa antara lain:
a. kelemahan secara fisik, seperti tidak berkembangnya susunan syaraf pusat karena cacat atau sakit, kurang berkembangnya panca indra sehingga menyulitkan proses interaksi penyakit menahun dan ketidakseimbangan perkembangan dan reproduksi
b.Kelemahan-kelemahan secara mental, seperti cacat mental, kurang semangat, serta trauma
               c. Kelemahan-kelemahan emosional, seperti terdapatnya rasa tidak aman,             tercekam, rasa phobia, maupun ketidakmatangan
d. Kelemahan-kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan yang salah, seperti  banyak melakukan kegiatan yang bertentangan dengan aktivitas sekolah
 e. Tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan dasar yang diperlukan, seperti
   membaca, menghitung, dsb
2. Faktor-faktor dari luar diri siswa, antara lain:
   a. Kurikulum yang seragam (uniform), bahan dan buku sumber yang tidak
      sesuai dengan tingkat-tingkat kematangan
  b. Terlalu berat beban belajar/mengajar bagi siswa/guru
  c. Terlalu besar populasi siswa dalam kelas
  d. Terlalu banyak terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler
  e. Kurang gizi
          Bruner and Bruner (1972) yang melakukan studi terhadap masalah putus sekolah di Indonesia, dari segi antropologis ternyata menemukan kelemahan-kelemahan structural yang fundamental, antara lain:
1.      Pandangan masyarakat (orangtua) yang salah terhadap pendidikan
2.      Adanya falsafah hidup “nrimo ing pandum” atau dengan kata lain tidak memiliki motif berprestasi ( n-Ach)
3.      Tradisi hidup social dan ekonomi yang terbelakang
Jika kita hubungkan dengan uraian-uraian diatas, maka jika terdapat kasus kelemahan belajar dalam suatu kelas maka besar kemungkinan kelemahan itu bukan bersumber pada kelemahan siswa secara individual. Faktor yang memungkinkan terjadinya hal ini dapat berupa kualifikasi guru yang tidak memadai, system belajar-mengajar yang digunakan, pola ruangan keas atau bahkan system penilaian yang merugikan siswa.
Bermacam-macam cara yang dapat digunakan untuk mengetahui sumber kelemahan belajar baik untuk kasus kesulitan belajar perkelompok maupun perindividu dan apakah dari dalam atau dari luar diri siswa. Diantaranya dengan mengetes IQ siswa, tes bahasa dan bilangan, penganalisisan cara belajar siswa ataupun dengan bantuan dokter ahli jiwa.
e. Kesimpulan dan Pembuatan Rekomendasi Pemecahan Kasus
            Jika terdapat kasus kesulitan belajar seperti teresbut di atas, maka hendaknya 1) menarik kesimpulan umum, 2) membuat perkiraan, apakah masalah itu mungkin untuk diatasi, selanjutnya 3) memberikan saran tentang kemungkinan cara mengatasinya.
1. Untuk Kasus Kelompok
            Jika mayoritas siswa nilai prestasinya tidak dapat mencapai batas lulus (minimum
Acceptable performance), kita dapat menyimpulkan kelas yang bersangkutan patut diduga sebagai kelas yang mengalami kesulitan belajar. Begitu juga dengan kelas yang bernilai prestasi kelas dibawah kelas yang setaraf, kelas ini juga patut diduga sebagai kelas yang mengalami kesulitan belajar.
            Jika fakta di atas ternyata terjadi pada banyak bidang sudi, dapat diduga bahwa letak kelemahan bersifat integral (menyeluruh) yang menyangkut keseluruhan aspek kurikulum dan system pengajaran di kelas/sekolah yang bersangkutan, tetapi kalau kasus tersebut hanya terjadi pada bidang studi tertentu, amka kelemahannya dapat dilokalisasikan pada system instruksional khusus yang dipergunakan oleh guru bidang studi.
            Estimasi (perrkiraan) dan saran kemungkinan cara mengatasi kasus diatas dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mendefinisikan 1) jenis dan sumber penyebab masalahnya, dan 2) karaktersistik berat/ringannya masalah. Sampai saat ini sumber penyebab masalah dapat dikatakan dari luar diri siswa karena yang mengalami kesulitan hampir semua siswa dalam satu kelas sedangkan karakteristik masalahnya adalah sangat mungkin diatasi, berdasarkan gejala-gejala khas yang menyangkutkan kelompok.
            Sedangkan kemungkinan cara mengatasi adalah dengan program pengajaran khusus (pengayaan) jika kelemahannya bersumber dari kurikulum. Jika kelemahnanya bersumber dari system evaluasi, maka kemungkinan cara menagtasinya dengan pengembangan system penilaian yang menggairahkan siswa. Sedangkan jika kelemahan terdapat pada factor kondisionla, kemungkinan dapat diatasi dengan pemenuhan buku, laboratorium dan sebagainya.
2. Untuk Kasus Individu
            Jika ternyata sebagian krecil dari siswa (± 5-25 %) yang angka pretasinya tidak memadai batas lulus dan atau lebih kecil dari rata-rata nilai prestasi kelas, kita dapat langsung menyimpulkan bahwa kasus kesulitan belajar itu bersifat individu.
            Permasalahannya pun dapat disimpulkan lebih lanjut:
a. bersifat menyeluruh, jika ternyata kelemahnnya terjadi pada seluruh atau sebagian
    besar bidang studi yang diikutinya
b. bersifat segmental atau sektiral, jika ternyata kelemahnnya terjadi pada sebagian
    bidang studi yang diikutinya
c. bersifat personal, jika ternyata kelemahan itu bukan dalam segi prestasi studi tetapi
    segi proses atau penyesuaian diri
            Sedangkan sumber dan factor penyebabnya dapat berupa factor organismik siswa yang bersangkutan, sukar mengubah diir dengan pola-pola kebiasaan belajar yang lebih sesuai, sikap menyepelekan system penilain partisipasi dan belum menguasai pengetahuan dasar. Faktor dari luar diri siswa juga dapat berpengaruh pada hal ini, contohnya hampir sama pada kasus kelompok yang sebelumnya telah dijelaskan.
            Untuk mengatasi kasus individu ini, sebelumnya harus kita bedakan dahulu, mana factor herditas/gen maka usaha penyembuhan secara metodologis sangat kecil kemungkinanaya untuk mendapatkan hasil. Yang diperlukan untuk siswa semacam ini adalah penyaluran/penjurusan kepada program pendidikan tertentu yang sesuai dengan kemampuannya.
            Jika kelemahannya bersumber dari aspek orgnismik lainnya, seperti kebiasaan belajar, minat dari lingkungan, maka penyembuhannya secara metodologis dapat diterapkan meskipun hasilnya baru dapat dilihat dalam waktu yang relative lama.    


    
           






                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar